Kegigihan PPK untuk Pilkada, Mendata di Genangan, Pastikan Coklit di Arena Berlumpur

Ketua PPK Ongka Malino, Moh. Luber (ketiga dari kiri) bersama Pantarlih dan Panwascam Ongka Malino, berpose di genangan banjir, di tengah aktivitas pencoklitan. FOTO: DOK. PPK ONGKA MALINO

Pejuang Demokrasi, merupakan sebuah frasa yang sepadan dengan bakti yang diberikan oleh para penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024. Untuk menjaga proses Pilkada tetap sesuai jadwal tahapan, para penyelenggara meminimalisir potensi pelanggaran, meskipun dalam kondisi banjir, dikepung hujan lebat, menyeberangi jembatan gantung yang goyah, serta arena berlumpur.

MOHAMMAD MISBACHUDIN – WARTAWAN MERCUSUAR

Senin (24/6/2024) adalah hari di mana proses pencocokan dan penelitian (coklit) Pilkada 2024 dimulakan. Salah satunya, di Kecamatan Ongka Malino, Kabupaten Parigi Moutong. Pagi itu terihat gelap, angin berhembus kencang, sejumlah warga lebih memilih berdiam di rumah, sebagian lainnya waspada jika sekiranya banjir menerjang di beberapa titik rawan.

Salah satunya, di ruas jalan Trans Sulawesi di kecamatan yang diapit Kecamatan Mepanga dan Kecamatan Bolano tersebut, ditinggikan agar tidak direndam banjir.

Bagi Moh. Luber, Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Ongka Malino, justru hari itu adalah jadwal tahapan pencoklitan dilakukan di beberapa desa. Menurutnya, momentum hujan lebat merupakan kesempatan yang bagus bagi petugas coklit, karena biasanya warga lebih memilih untuk berdiam diri di rumah. 

“Kebanyakan warga, kan, petani. Jadi kalau musim hujan banyak yang tidak ke kebun, khawatirnya dihalangi luapan sungai atau bahkan banjir. Sekarang adalah tahapan awal dari pencoklitan, tidak boleh ditunda,” kata Luber.

Beberapa jam jelang siang, para Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sudah berkumpul di Kantor Camat. Sejurus kemudian, hujan lebat mengguyur Kecamatan Ongka Malino dan sekitarnya.

Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) di semua desa di Kecamatan Ongka Malino terlihat mendampingi ratusan Pantarlih, juga sudah berkumpul. Di tengah hujan lebat, Luber yang juga mantan aktivisis militan Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu itu, dengan suara lantang memberikan pengarahan di hadapan ‘pasukannya’ yang sudah siap, meskipun ada yang sudah basah kuyup.

Hujan semakin lebat, genangan air mulai menampakkan gelagatnya untuk merendam beberapa ruas jalan. Benar saja, tidak lama kemudian, ketika Pantarlih yang didamping Luber menuju beberapa desa untuk pendataan dari rumah ke rumah, genangan ar sudah sampai di pinggang. Motor pun ditinggalkan, karena berisiko terendam banjir. Dengan langkah hati-hati, para terus melakuan pencoklitan.

“Alhamdulillah, pada pengarahan sebelumnya kami sudah memastikan semua peralatan coklit, ponsel dan perlengkapan lainnya tidak basah atau rusak. Sehingga dalam prosesnya berjalan lancar,” beber Luber.

Yang tidak kalah dramatis, adalah ketika harus menjangkau Desa Karya Mandiri, yang dipisahkan dengan sebuah jembatan gantung dengan induknya, angin berhembus kencang dan volume air yang lumayan tinggi, lagi-lagi membuat Luber bersama beberapa rekannya tetap memastikan proses pencoklitan berjalan lancar, dengan melakukan pengawasan langsung.

Soal nyali, kata Luber, bukan saatnya untuk ditanyakan. Sebab saat ini, menurutnya, tanggung jawab untuk kepastian tahapan sesuai jadwal, adalah di atas segala-galanya, sehingga keberanian dapat muncul dari rasa tanggung jawab.

Menyeberangi jembatan gantung dalam kondisi hujan lebat dan angin kencang, serta ancaman banjir bandang, menjadi cerita menarik. Namun kata Luber lagi, perjalanan ke dusun terpencil di Desa Persatuan Utara, atau dikenal dengan nama Despot, adalah perjalanan yang paling menarik dan cukup menguras tenaga. Sebab arena berlumpur, mulai dari pendakian pertama, sudah memaksa petugas untuk berusaha menjaga keseimbangan, agar tidak jatuh saat mengenderai motor, karena jalanannya menanjak, licin dan berbatu.

Bukan hanya itu, saat tiba di puncak, perjalanan belum usai. Bahkan, tambah Luber, perjalanan terberat baru akan dimulakan.

Menyisir hutan perkebunan, jalanan berlumpur yang hanya beberapa meter didampingi celah jurang di sisi kiri dan kanan, hujan lebat menutupi pandangan, menjadi lebih pendek jarak yang dipastikan. Kurang fokus sedikit saja, kaki bisa tergelincir.

“Sampai di sana, hujan tidak kunjung reda, jalanan tetap licin. Matahari sudah terbenam. Jarak rumah yang berjauhan, membuat kami harus memaksimalkan pekerjaan ini. Namun tetap berpatokan pada jadwal tahapan,” tegas Luber.

Tidak ada yang paling diharapkan oleh Luber, kecuali proses Pilkada berjalan lancar dan aman, warga dipastikan terdaftar, untuk kemudian memilih calon pemimpin yang sesuai dengan hati nuraninya.

“Kami juga melakukan semua ini, karena harapan terbesar kami adalah Parigi Moutong akan mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan keinginan warga,” tutup Luber. ***

Pos terkait