BANGGAI, MERCUSUAR – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Arifah Fauzi mengungkapkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia masih memprihatinkan.
Survei Kementerian PPPA pada 2024 menyimpulkan, satu dari dua anak pernah mengalami kekerasan, terutama kekerasan emosi. Hasil survei juga menunjukkan, satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan.
“Kekerasan terhadap perempuan terbanyak adalah kekerasan seksual,” kata Arifah dalam acara ramah tamah Hari Anak Nasional (HAN) ke-41 di Luwuk, Kabupaten Banggai, Minggu (24/8/2025).
Sementara di Sulteng, Arifah mengungkapkan sebagaimana tercatat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2024, kekerasan pada anak paling banyak terjadi di Kabupaten Buol dengan 67 korban. Sedangkan kekerasan terhadap perempuan terbanyak di Kota Palu, yakni 55 korban. Sementara di Kabupaten Banggai, sepanjang 2024 ada 13 kasus kekerasan terhadap anak dan 9 kasus kekerasan terhadap perempuan.
“Angka yang ada dalam Simfoni ini belum angka yang sesungguhnya,” imbuh Arifah.
Menurutnya, hal tersebut masih fenomena gunung es karena masih banyak korban yang belum berani bercerita, belum berani mengungkapkan apa yang dialami.
Kementerian PPPA juga mencatat capaian Indeks Perlindungan Anak (IPA) di Sulteng pada 2023 sebesar 58,54 atau di bawah rata-rata nasional (63,83).
“Olehnya masih perlu upaya perlindungan anak ini dipercepat,” tegas Arifah.
Ia mendorong kerja sama dari semua pihak dalam menuntaskan persoalan tersebut. Hal itu sesuai amanat Presiden RI. Kementerian PPPA menggagas tiga program untuk menangani persoalan perempuan dan anak, yaitu Ruang Bersama Indonesia (RBI), Call Center Sapa 129, dan Satu Data Perempuan dan Anak Berbasis Desa (SDPABD).
“Kami kolaborasi dengan kementerian dan seluruh lembaga. Yang paling penting adalah partisipasi masyarakat dalam menyelesaikan persoalan kekerasan hingga di tingkat desa/kelurahan,” tandas Arifah. */PAR