PALU, MERCUSUAR – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sulteng, Ihsan Basir mengungkapkan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Sulteng di tengah masa pandemi COVID-19 menunjukkan peningkatan.
Ia menguraikan, berdasarkan statistik laporan ke DP3A Sulteng, pada bulan Februari 2020 dilaporkan terjadi 67 kasus, meningkat pada April 2020 menjadi 124 kasus, dan pada Juni 2020 naik lagi menjadi 174 kasus.
Sementara berdasarkan tempat, sambung Ihsan, kejadian paling banyak terjadi di lingkungan rumah tangga.
“Dari sisi statistik ada kenaikan yang cukup signifikan dari bulan Februari sampai Juni 2020. Berdasarkan usia, untuk korban di bawah 18 tahun ada 61 kasus. Rata-rata atau di atas 80 persen pelakunya adalah laki-laki. Hanya saja kami belum melakukan riset mendalam, mengapa ada peningkatan kasus di tengah pandemi ini,” kata Ihsan di ruang kerjanya, Senin (13/7/2020).
Dia menegaskan, data tersebut belum mewakili secara utuh kondisi sebenarnya di daerah. Sebab bisa saja ada kasus yang tidak sempat terlapor.
Mengingat beberapa daerah, kata dia, ada yang rajin dan ada yang jarang mengirimkan laporan ke DP3A Sulteng. “Karena tidak semua kabupaten rajin mengirim data, ada yang sangat rajin ada yang tidak rajin. Kasus terbanyak di bulan Juni dari Kabupaten Poso 43 kasus, tapi ini tidak bisa kita katakan paling besar, karena memang dari Poso ini rajin mengirim datanya,” ujarnya.
Untuk merespons kasus-kasus yang terjadi di tengah masyarakat, lanjut Ihsan, pihaknya terus mengaktifkan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah-daerah. Di UPT yang tersebar tersebut, terdapat psikolog klinis, serta ahli hukum yang siap membantu masyarakat termasuk anak-anak yang berhadapan dengan hukum. “Kita salah satu provinsi di Indonesia yang paling cepat membuat UPT di DP3A,” imbuh Ihsan.
Selain itu, untuk jangka menengah, Ihsan menuturkan pihaknya tengah mempersiapkan program strategi intervensi yang meningkatkan keterlibatan laki-laki dalam penghapusan atau pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Untuk di Sulteng, program tersebut dimulai dari internal DP3A dengan pembentukan Aliansi Laki-laki Peduli Perempuan dan Anak (Alapura), serta tengah dikembangkan di komunitas masyarakat di desa Bulupountu Jaya di Kabupaten Sigi, sebagai laboratorium awal sebelum dikembangkan di daerah lain. “Karena pelakunya rata-rata laki-laki, maka kami melakukan suatu strategi intervensi membuat pelibatan laki-laki dalam penghapusan atau pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kita mau penekanannya ke pelaku dominan. Di samping itu menurut saya gender mainstreaming-nya juga polanya lebih cepat kalau kita fokus ke laki-lakinya,” tutur Ihsan. IEA