PALU, MERCUSUAR – Jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pelebaran Jalan Anoa II yang merupakan akses masuk ke Jembatan Lalove atau Palu V tahun 2018 sebesar Rp2,4 miliar, tepatnya Rp2.485.903.000.
Nilai itu berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulteng yang tertuang dalam surat Nomor: SR-2/PW19/5/2021 tanggal 5 April 2021.
Demikian diungkapkan oleh Kepala Kejari (Kajari) Palu Hartawi didampingi Kepala Seksi (Kasi) Intelejen, Greafik Loserte pada wartawan di Kejari Palu, Jumat (9/4/2021).
“(Hasil perhitungan kerugian negara) lebih cepat dari waktu yang perkirakan. karena perkiraan kita pertengahan April,” kata Kajari.
Jumlah tersebut dibayarkan pada pemilik lahan dan bangunan berinisial NN untuk tanah seluas 379 meter2 (30 meter2 ditambah 349 M2) serta bangunan 286,25 M2. Padahal jumlah yang harus dibayarkan sesuai kebutuhan pelebaran Jalan Anoa II seluas 30 M2 (2 M x 15 M) sebesar Rp142,4 juta.
“Hasil perhitungan ini akan dilampirkan dalam dakwaan,” tuturnya.
Selanjutnya, sambung Kajari, proses pemberkasan, karena untuk pemberkasan pihaknya menunggu hasil perhitungan kerugian negara tersebut.
“Ada juga prapenuntutan, yakni berkas tersangka dilimpahkan penyidik ke penuntut umum untuk diteliti,” ucapnya.
Lanjut Kajari, pihaknya telah memeriksa satu tersangka dari tiga orang yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus itu. Sementara untuk saksi telah diperiksa 12 orang.
“Dua tersangka lainnya diperiksa Selasa,” tutup Kajari.
Sementara itu, Kasi Intelejen menambahkan bahwa penyidik juga akan memeriksa ahli yang melakukan perhitungan kerugian negara (BPKP).
TIGA TERSANGKA
Diketahui, penyidik Kejari Palu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus itu, dua diantaranya mantan pejabat Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan (DPRP) Kota Palu.
Ketiga tersangka itu, berinisial DG selaku mantan Pengguna Anggaran (PA) DPRP Palu; mantan staf DPRP Palu, FD; serta pemilik lahan NN.
Hal itu disampaikan Kasi Intelijen, Greafik Loserte saat konfrensi pers di Kejari Palu, Jumat (19/2/2021).
Menurutnya, penetapan ketiganya sebagai tersangka setelah penyidik menggelar ekspos perkara pada hari Kamis (18/2/2021).
TIGA PERBUATAN MELAWAN HUKUM
Dalam ekspose perkara itu, kata Greafik, ada tiga perbuatan melawan hukum ditemukan.
Pertama, tidak terdapat rencana teknis terkait luas tanah yang dibutuhkan, baik untuk kegiatan pembangunan jembatan maupun dalam hal pelebaran jalan Anoa II.
Kemudian, rencana tehknis digunakan dalam konteks pelebaran jalan
rencana tehknis Dinas Pekerjaan Umum, yaitu terkait badan jembatan dan akses jalan masuk ke Jembatan Lalove. Dimana dalam rencana tehknis itu disebutkan kanan dan kirinya dua meter. Namun ada kejanggalan dalam pembebasannya, karena membebaskan tanah dan rumah di luar dari rencana dan tidak terkena badan jalan.
Perbuatan melawan hukum ketiga, kata Greafik, terjadi penyalahgunaan wewenang. Sebab dalam surat permohonan diajukan oleh pemilik tanah kepada Pemkot Palu menggunakan kop surat permohonan dan pernyataan yang di dalamnya terdapat informasi tidak benar. Informasi tersebut, yaitu rumah masuk dalam garis sepadan bangunan.
Sementara berdasar regulasi dalam Peraturan Wali Kota Palu, garis sepadan bangunan itu syarat formil untuk mendirikan bangunan baru. “Bukan menentukan kualifikasi bangunan lama,” sebutnya.
Olehnya itu, sambung Greafik, surat tersebut mengandung informasi tidak benar dan digunakan sebagai sarana untuk mengakses keuangan negara yang keluar, hingga merupakan perbuatan melawan hukum. AGK