BUNGKU, MERCUSUAR – Saat ini sejumlah sekolah di Kabupaten Morowali telah dibuka. Beberapa sekolah dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan, dengan melakukan pembelajaran tatap muka terbatas.
“Belum semuanya dibuka. Tapi hari ini kami membuka sekolah tatap muka di Sekolah Dasar Desa Bahoruru,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Morowali, Amir Amirudin, Senin (26/7/2021).
Dijelaskannya, keputusan itu diambil lantaran khawatir dengan nasib anak-anak ke depan. Demi masa depan generasi daerah itu, pihaknya tidak mau meninggalkan generasi yang minim ilmu dan pengetahuan.
“Jangan sampai kita meninggalkan generasi yang bodoh. Bayangkan saja, kalau pandemi ini terjadi hingga lima sampai enam tahun, berarti akan ada anak SD yang tamat tapi tidak pernah belajar,”ujarnya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan itu, pihaknya mencoba memulai suatu strategi agar anak-anak bisa bersekolah di sekolah seperti pada umumnya. Amir yakin, setiap orangtua juga sudah jenuh menghadapi kondisi sekolah seperti saat ini.
“Betul COVID-19 sangat berbahaya, tapi apakah dengan COVID-19 kita harus menyerah untuk bersiasat,” katanya lagi.
Bagi Amir, apa yang mereka lakukan saat ini adalah suatu tindakan menyiasati COVID-19. Tujuannya adalah, supaya walaupun saat ini negara dan daerah ini sedang dihantam pandemi, pihaknya tidak mau putus semangat agar anak-anak bisa memperoleh pendidikan selayaknya.
“Kita boleh takut dan waspada. Tapi jangan karena itu kita tidak bisa lagi kreatif berpikir,” ujarnya lagi.
Amir kemudian memberikan perumpaan.
”Bayangkan saja kita tidak bisa makan karena gabah tidak bisa kering. Maka yang harus kita lakukan bersiasat, kita mengasapinya agar bisa kering tanpa matahari lalu ditumbuk demi menyelamatkan hidup,” jelas Amir.
Begitu juga saat menghadapi pandemi tambah dia. Kemajuan teknologi menurut Amir, nyatanya tidak bisa mendukung belajar-mengajar. Contohnya belajar daring yang menggunakan media internet. Di Morowali, tidak seluruh daerah bisa dijangkau dengan internet. Bagi dia menggunakan internet di masa pandemi sama saja omong kosong.
“Cerita mati itu internet. Bagaimana dengan sinyal di Morowali begini jadinya. Jadi siasatnya begitu. Kita coba,” jelasnya.
Pembukaan tatap muka tersebut tidak bersifat permanen. Pihaknya suatu waktu bisa menghentikan pembelajaran jika situasi tidak memungkinkan, namun bila kondisi memungkinkan pihaknya akan membuka kembali proses belajar mengajar.
“Kita tidak mau melawan hukum. Jadi sistem kita gas rem. Kalau memungkinkan kita gas, kalau tidak memungkinkan kita rem. Insya Allah ini bisa berhasil,” katanya.
Pembukaan sekolah tersebut saat ini masih melihat status desa yang selama ini wilayahnya tidak masuk di zona merah. Seperti di SD Bahoruru yang baru saja dibuka dan dihadiri langsung Bupati Morowali, Taslim. Namun tidak menutup kemungkinan pihaknya bisa membuka pembelajaran tatap muka di desa berzona merah, selama hal itu berdasarkan kesepakatan orangtua.
“Pembukaan sekolah juga berdasarkan kesepakatan orangtua dan orangtua wajib menaati protokol kesehatan. Mereka bahkan kami berikan tempat sendiri untuk menunggu anaknya,” terang Amir.
Pembukaan sekolah berlangsung dua jam dalam sehari. Murid kelas satu di SD Bahoruru, Kecamatan Bungku Tengah berjumlah 38 siswa dan dibagi menjadi empat kelas. Teknisnya, sebelum memulai pembelajaran, murid-murid diperiksa dahulu suhu tubuhnya, mencuci tangan lalu mengikuti pembelajaran tatap muka tanpa istrahat. Kemudian saat murid SD kelas satu selesai belajar, dilanjutkan dengan siswa kelas atas.
“Anak-anak yang dibiarkan, justru lebih berpotensi dibandingkan di sekolah,” katanya lagi.
Bagi dia apa yang mereka lakukan adalah sebuah ikhtiar, sebab ia meyakini tidak pernah tahu di mana saja virus itu berada. Amir berharap keputusan yang mereka ambil tidak dilihat dari sisi negatifnya saja, tetapi juga positifnya.
“Kami terus lakukan pemantauan pada sekolah yang dibuka. Kecamatan Bahodopi juga sudah membuka sekolahnya. Kami terus bertanya kepada gurunya apa yang kurang terhadap pelaksanaan itu dan kami berikan masukan,” tutup Amir. INT