BUNGKU, MERCUSUAR – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Morowali melalui keputusan Bupati Morowali Nomor 600/298/DPUPRD/2020, menetapkan Desa Kolono, Kecamatan Bungku Timur dan sekitarnya, sebagai delineasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Hal itu diketahui dari pertemuan Konsultasi Publik 1 Penyusunan RDTR dan Kajian Lingkungan Hidup Stategis (KLHS) Kawasan Kolono dan sekitarnya, yang diselenggarakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR), berkolaborasi dengan Pemkab Morowali, Rabu (14/10/2021).
“Kegiatan ini hasil dari kolaborasi pemerintah pusat dan Pemkab Morowali. Jadi ini manfaatnya untuk kita semua. Karena hasil dari ini nanti akan dilaksanakan Pemkab Morowali,” ujar Perwakilan Kementerian ATR, Budisantoso.
Dalam penyusunan RDTR dan KLHS, pihaknya membantu membuatkan analisisnya. Sehingga pada saat berlakunya Penerapan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko Terintegrasi Secara Elektronik, tidak terjadi persoalan.
“Termasuk bisa menindaki oknum perusahaan yang nakal,” ujar Budisantoso.
Lebih lanjut dalam kegiatan tersebut diketahui, dipilihnya Desa Kolono dan sekitarnya sebagai kawasan penyangga industri, sebagaimana amanat dari Peraturan Pemerintah 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Acuan dalam Perizinan Berusaha.
Sehingga dalam rangka pengembangan kawasan perkotaan untuk mendukung KI Morowali (kawasan Bahodopi dan sekitarnya), Desa Kolono dan sekitarnya dipilih menjadi kawasan penyangga.
Adapun alasan mengapa wilayah tersebut dipilih, karena memenuhi beberapa aspek kebutuhan pemukiman bagi tenaga kerja, kebutuhan prasarana dan sarana pendukung, kebutuhan konektivitas dan kebutuhan rekreasi dan kegiatan ekonomi sosial.
Namun, diakui Budisantoso dan tim penyusun, dalam menjadikan Desa Kolono dan sekitarnya sebagai KI, masih menemukan sejumlah kendala, di antaranya kawasan tersebut salah satu titik rawan banjir, ancaman abrasi di Koloni dan Bahomoahi, areal pemukiman penduduk belum memiliki saluran drainase yang memadai, kondisi infrastruktur masih minim, dilalui patahan sesar Matano di Desa Geressa, masih kurangnya sarana perumahan, struktur pembentuk kota yang belum terencana dengan baik, belum tersedia secara memadai moda transportasi publik yang melayani wilayah perencanaan, masih rendahnya pengendalian dan perencanaan pemanfaatan ruang.
Sementara pengembangan kawasan, keberadaan pantai di sepanjang pantai itu menjadi daya tarik pengembangan wisata pantai, terdapat pertambangan galian yang menjadi nilai tambah ekonomi bagi kawasan, keberadaan KI Bahodopi memberikan pengaruh secara spasial terhadap pengembangan kawasan ke depannya dan sosial budaya penduduk masih terjaga.
Terkait hal itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Morowali, Mohammad Yusuf mengingatkan agar dalam penyusunan RDTR dan KLHS tersebut harus memperketat masalah mitigasi bencana.
“Karena di wilayah itu ada beberapa perusahaan dan berdasarkan pengalaman kami perusahaan juga menyebabkan bencana karena aktivitas pertambangannya,”tutup Yusuf. INT