POSO, MERCUSUAR – Komunitas perempuan di Kecamatan Lore Tengah Kabupaten Poso, membahas sumberdaya alam (SDA) memanfaatkan metode Feminist Participatory Action Research (FPAR), di Desa Bariri, Jumat (4/8/2023).
FPAR merupakan metode pendokumentasian persoalan perempuan, dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA, baik hutan maupun sektor lainnya.
Staf Pendamping Komunitas dari Relawan Untuk Orang dan Alam (ROA) terkait program green livelihood Alliance bekerja sama dengan Non-Timber Forest Programme Exchange Indonesia (NTFP-EP), Lena menjelaskan dalam bidang pengelolaan dan pengambilan keputusan atas kawasan baik lahan perkebunan, pertanian dan kawasan hutan masih dianggap sebagai urusan laki-laki, sehingga mempersulit partisipasi perempuan dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan.
“Perempuan kerap tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan, karena batasan sosial, agama, logistik, dan kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan,” ujar Lena.
Menurutnya , bagi perempuan, hutan dan lahan tidak hanya bernilai ekonomis, tetapi memiliki makna yang lebih luas. Hutan dan lahan mempunyai nilai sosial, budaya dan merupakan bagian dari eksistensi kehidupan perempuan.
“Nilai-nilai inilah yang harus dijaga dan dipertahankan,” imbuhnya.
Lena menambahkan, perempuan di kalangan masyarakat, baik di dalam maupun sekitar kawasan hutan mendapatkan separuh pendapatan mereka dari hutan lebih banyak dibanding laki-laki, di mana diduga pendapatan dari kegiatan di hutan mencapai seperlima dari total pendapatan rumah tangga keluarga yang tinggal di pedesaan dalam dan sekitar hutan.
“Walaupun kontribusi laki-laki terlihat lebih besar daripada perempuan karena aktivitas mereka dalam menghasilkan sejumlah pendapatan rumah tangga, namun kaum perempuan terlibat banyak dalam kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok, pengelolaan lahan, serta pengolahan hasil hutan dan kebun” jelas Lena.
Untuk itu, Konsorsium ROA – YPAL bekerja sama dengan NTFP EP Indonesia atas dukungan GLA 2.0 mendorong metode FPAR digunakan sebagai strategi penguatan perempuan adat dan lokal, untuk memperbesar peran dalam menghadapi berbagai ancaman yang dapat mengganggu keberlanjutan hutan dan lahan, dan terlibat secara aktif dalam berbagai upaya perlindungan maupun pengembangan mata pencaharian alternatif.
Sementara itu, Kepala Desa Bariri, Magdalena mengatakan saatnya perempuan untuk dapat turut terlibat dalam pembangunan di semua sektor, agar peran-perannya juga terlihat dan berkontribusi dalam pembangunan dengan adanya kegiatan FPAR.
“Harapannya juga dapat membantu perempuan dalam mengidentifikasi persoalan, kebutuhan dan upaya perencanaan bersama termasuk dapat mengimplementasikan kegiatan,” ujar Magdalena.
Kegiatan tersebut, harap Magdalena, dapat mendorong kaum perempuan untuk dapat terlibat dalam organisasi, sehingga dapat ikut secara aktif berkontribusi dalam pembangunan di Kecamatan Lore Tengah atau Lembah Behoa agar lebih maju.
Kegiatan tersebut diikuti 12 orang peserta dari Desa Bariri, Baliura, Hanggira, Lempe, dan Doda yang dipandu oleh 2 orang fasilitator dari ROA. Diharapkan, dapat melahirkan rencana kerja dan rekomendasi untuk ditindaklanjuti. TIN