PALU, MERCUSUAR – Kondisi keamanan di Sudan beberapa hari terakhir tidak menentu, akibat gerakan demonstrasi ribuan warga sipil menentang kudeta militer, setelah Jenderal Abu Fattah membubarkan pemerintah, menyatakan keadaan darurat dan menahan para pemimpin sipil Sudan.
Setidaknya belasan pendemo dilaporkan tewas, hingga demo besar-besaran yang dilakukan pada Sabtu 30 Oktober 2021.
Terkait hal tersebut, salah seorang mahasiswa Indonesia asal Kota Palu (Sulteng), Hajir Ahmad melaporkan, bahwa kondisi di Sudan khususnya di Ibukota Khartoum mulai berangsur kondusif, karena demonstrasi pada Sabtu akhir pekan kemarin merupakan demonstrasi yang terakhir.
Namun, Hajir mengungkapkan, jaringan internet yang diputus sejak tanggal 25 Oktober 2021 masih belum dapat diakses sepenuhnya. Kondisi tersebut menurutnya, sangat berdampak terhadap warga, terutama mahasiswa internasional yang sedang kuliah di Sudan.
“Alhamdulillah kemaren sabtu demo terakhir, tapi akses internet masih diputus. Tanggal 25 (Oktober 2021) itu mati seharian, terus tanggal 26 sore sempat dinyalakan, terus mulai tanggal 27 sampai sekarang dimatiin lagi,” kata Hajir, melalui aplikasi WhatsApp kepada media ini, Selasa (2/11/2021).
Bahkan, tutur Hajir, sebelumnya jaringan telepon dan layanan pesan singkat SMS juga diblokir. Sehingga, para mahasiswa internasional di Sudan, khususnya asal Indonesia, kesulitan untuk memberikan kabar kondisi terkini kepada keluarga.
“Di awal demonstrasi tidak ada internet, telepon dan SMS biasa pun tidak bisa. Pokoknya diputus total semua jaringan. Kalau kondisi sekarang masih bisa telepon biasa, SMS biasa, masih bisa berkabar walaupun berkabar ke Indonesia masih agak susah. Tapi kalau berkabar antarteman di Sudan menggunakan nomor Sudan masih nyambung,” ujar Hajir.
Mahasiswa International University of Africa ini menuturkan, untuk dapat mengakses jaringan internet di tengah situasi yang berangsur kondusif, ia bersama rekan-rekan mahasiswa lainnya mulai berinisiatif untuk mencari akses wi-fi.
“Mulailah berburu wifi, awalnya di lingkungan kampus, sampai ada beberapa mahasiswa asal Afrika yang berupaya membobol wifi. Kita mahasiswa Asia ikut-ikut saja, tapi masih susah karena banyak yang mengakses,” kata Hajir.
Setelahnya, beberapa mahasiswa asal Indonesia kemudian berinisiatif untuk mengakses jaringan internet di Kantor Kedutaan Besar RI (KBRI) di Khartoum, yang memang memfasilitasi wi-fi bagi mahasiswa Indonesia.
Beberapa lainnya, termasuk Hajir, memilih untuk ‘berburu’ jaringan wi-fi di Khartoum International Airport, yang jaraknya sekira 7-8 kilometer dari tempat tinggalnya. Hal itu dilakukan untuk dapat berkomunikasi dengan keluarga di tanah air, mengabarkan kondisi terkini di Sudan.
“Ada beberapa lainnya termasuk saya ke Bandara, Alhamdulillah lancar. Tapi kami baru berani ke Bandara setelah demonstrasi selesai. Jadi, kami ke Bandara cuma numpang wi-fi. Banyak orang ‘berburu’ wi-fi di Bandara selain kami,” tutur Hajir, yang mengaku 2 hari terakhir mulai menggunakan Virtual Private Network (VPN) untuk dapat mengakses jaringan internet dari tempat tinggalnya.
Selain kesulitan mengakses jaringan komunikasi, dampak demonstrasi besar-besaran tersebut juga disebut membuat jadwal ujian sempat terhenti. Namun, setelah demonstrasi selesai akhir pekan kemarin, jadwal ujian kembali diturunkan.
“Sebelum demonstrasi ujian sudah mulai jalan. Namun ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan karena ada demonstrasi. Alhamdulillah, setelah selesai demonstrasi, ada turun jadwal baru, Insya Allah pekan depan tanggal 8 (November 2021) dimulai kembali ujiannya.
Secara umum, Hajir menggambarkan kondisi terkini dirinya bersama mahasiswa Indonsesia di International University of Africa di Sudan dalam keadaan aman. Hal ini karena sejak awal pihak KBRI telah memberikan imbauan resmi untuk waspada terkait kondisi keamanan pascakudeta militer.
“Alhamdulillah kita kondisi di sini aman, di kediaman masing-masing aman semuanya, dan tidak ada yang ikut-ikut lah demo-demo itu. Selama kita masih dalam koridor yang ditetapkan, Insya Allah kita aman. Kami ambil positifnya, dengan kurangnya jaringan internet, kami jadi lebih sering berinteraksi, lebih sering ngopi bareng dan main bola bareng,” pungkas Hajir. IEA