PALU, MERCUSUAR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng telah melakukan fasilitasi atau mediasi terhadap 48 kasus konflik agraria, hingga saat ini.
Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, M. Ridha Saleh mengatakan, puluhan konflik agraria yang dimediasi tersebut secara khusus merupakan konflik tanah antarmasyarakat dengan pihak perusahaan, dalam kurun 2 tahun terakhir.
“Konflik-konflik tersebut difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi berdasarkan pengaduan yang diajukan oleh masyarakat, NGO, bahkan Pemerintah Kabupaten dan Kota,” ungkap Ridha melalui keterangan tertulisnya, Selasa (9/7/2024).
Ridha mengakui, tidak bisa dipungkiri bahwa konflik agraria di Sulteng masih menjadi persoalan, bahkan Pemprov telah mendata konflik agraria banyak terjadi di wilayah perkebunan besar, pertambangan, dan belakangan di kawasan konservasi.
Rata-rata penyelesaian konflik agraria tersebut diselesaikan melalui mediasi, yang saat ini dianggap efektif untuk mengurai dan menghasilkan penyelesaian secara setara dan efektif.
“Penyelesaian konflik Agaraia secara kolaboratif di-handle oleh Biro Ekonomi dan Biro Hukum, tentu melibatkan para pihak dan OPD terkait, baik di provinsi maupun di daerah kabupaten dan kota di mana konflik itu terjadi,” jelas Ridha.
Ia juga menyampaikan bahwa Gubernur Sulteng, H. Rusdy Mastura telah sering menyampaikan penegasan bahwa konflik agraria harus ditangani dengan cepat, tidak boleh ada pengaduan yang diabaikan.
“Sebab ini menyangkut keadilan masyarakat dan juga iklim investasi di Sulawesi Tengah,” imbuh Ridha.
Baru-baru ini, lanjut Ridha, pemerintah telah memfasilitasi dua kasus agraria yang terjadi di Kabupaten Morowali Utara dan Morowali, yang semuanya berkaitan dengan pertambangan.
“Hingga saat ini ada 13 kasus yang sudah diselesaikan, di antaranya di Kulawi, Banawa, Morowali Utara, Tojo Unauna, dan masih beberapa lagi yang dalam proses penyelesaian,” tandas Ridha. */IEA