PALU, MERCUSUAR – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Pusat menyesalkan kericuhan yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia saat unjuk rasa menolak Omnibus Law atau Undang-Undang (UU) Sipta Kerja (Ciptaker) pada Kamis (8/10/2020).
Kejadian tersebut harus mendapat mendapat perhatian dan kajian serius, agar aksi bisa berjalan dengan baik tanpa harus terjadi jatuhnya banyak korban.
Demikian dikatakan Direktur LBH KAI Pusat, Riswanto Lasdin SH MH pada Media ini, Jumat (9/10/2020).
Menurut Riswanto, banyaknya jatuh korban di kalangan mahasiswa dan fasilitas umum yang rusak mestinya tidak terjadi apabila aksi langsung direspon dengan baik.
Dimana para pejabat baik di pusat maupun daerah langsung menemui para pengunjuk rasa untuk mendengarkan aspirasi mereka, lalu menyampaikan sikap pemerintah dengan cara yang sejuk dan damai.
“Terjadi seolah-olah saat aksi berlangsung, aparat Kepolisian diposisikan berhadap-hadapan dengan mahasiwa,” kata Riswanto yang juga Ketua DPD KAI Sulteng itu.
“Bila seperti ini, potensi kekerasan dan kerusuhan bakal terjadi. Bila sudah terjadi (ricuh), kerusakan secara meluas dan jatuhnya banyak korban. Siapa lagi yang disalahkan? Pasti di pihak demostran,” tambahnya.
Padahal, sambung Riswanto, unjuk rasa bukan sesuatu yang haram, bahkan sebaliknya undang-undang melindung hal tersebut. “Bila undang-undang membolehkan, lalu kenapa aksi tidak diterima dengan baik oleh para pejabat pemerintah pusat ataupun daerah,” tuturnya.
Dia menilai bahwa potensi akan adanya unjuk rasa dan mobilisasi massa secara besar-besaran untuk menolak UU Ciptaker harusnya menjadi alasan kuat untuk tidak atau belum melakukan mengesahkan UU Ciptaker, apalagi saat ini negara diperhadapkan pada pencegahan COVID-19 yang mengancam jiwa rakyat. “Adanya kerumunan besar-besaran hampir di semua daerah, dapat dipastikan protokoler COVID-19 sudah terbaikan,” ujarnya.
Dikatakan Riswanto, landasan berpikir dengan menghadapi keadaan sekarang harusnya bercermin pada prinsip dan asas hukum ‘Salus Populi Suprema Lex Esto’ (Keselamatan Rakyat adalah hukum tertinggi). “Semoga apa yang telah terjadi dapat dijadikan pelajaran berharga, agar bangsa kita diarahkan pada bangsa yang penuh cinta kasih dan kedamaian,” tutup Riswanto. AGK