BUOL MERCUASUAR – Dua mantan Camat di Kabupaten Buol merasa difitnah dengan isu menerima masing-masing Rp300 juta, terkait penandatanganan rencana trayek tapal batas pelepasan kawasan hutan atas nama PT Hardaya Inti Plantantions (HIP) seluas 9.964 hektare saat rapat yang digelar Balai Pemanfaatan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XVI Palu pada 21 Februari 2017.
Kedua mantan Camat itu, yakni mantan Camat Bunobogu, Husen Riuh dan mantan Camat Bukal, Drs Kasim Butudidi.
Diketahui, terkait rencana pelepasan trayek tapal batas pelepasan kawasan hutan atas nama PTHIP, ada empat Camat dari Buol yang ikut bertandatangan, yakni Camat Bunobogu, Husen Riuh; Camat Bukal, Kasim Butudidi; Camat Bokat, Martini Lamaka dan Camat Tiloan, Abubakar Al-Idrus. Kehadiran keempat Camat pada rapat yang digelar BPKH Wilayah XVI Palu berdasarkan surat tugas Nomor: 094/40.52/Cam tanggal 17 Februari 2017 yang dikeluarkan dan ditandatangani Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Ir Hasan Al-Idrus atas nama Bupati Buol.
Surat tugas kepada empat Camat tersebut tindaklanjut dari surat Kepala Balai BPKH Wilayah XVI Palu yang ditujukan pada Gubernur Sulteng dan Bupati Buol, perihal pelaksanaan penataan batas ulang Areal Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan Kelapa Sawit PT HIP. Surat pada Gubernur Sulteng dan Bupati Buol sebagai tindaklanjut Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: 794/MenLHK-PKTL/Kuh/2015 tanggal 15 Desember 2015 tentang tindaklanjut permohonan pelepasan kawasan hutan PT HIP di Kabupaten Buol.
Akibatnya, Camat Bunobogu, Husen Riuh dan Camat Bukal, Kasim Butudidi diberhentikan dari jabatannya oleh Bupati Buol, Amirudin Rauf berdasarkan SK Bupati Buol tanggal 31 Mei 2019. Sementara Camat Bokat, Martini Lamaka dan Camat Tiloan, Abubakar Al-Idrus saat ini telah pension.
“Demi Allah, kami tidak pernah menerima imbalan terkait masalah tersebut dari PT HIP. Itu Hoax atau fitnah yang sengaja dihembuskan. Yang benar, kami hanya menerima insentif masing masing Rp3,2 juta dari BPKH untuk biaya transportasi dan akomodasi saat menghadiri undangan rapat tersebut di Palu,” jelas Husen Riuh dan Kasim Butudidi pada wartawan Media ini di Buol.
Menurut Husen Riuh, kabar tak sedap atau fitnah saat ini viral di media sosial (Medsos) yang sengaja dimunculkan oleh segelitir orang yang tidak tahu duduk permasalahan sebenarnya. Bahasa-bahasa yang tidak itu sangat merendahkan martabat dan harga diri keluarga.
“Lewat Medsos, hampir semua orang menuduh dan meyakini benar kalau kami telah menerima imbalan tersebut (Rp300 juta), sekaligus dibarengi dengan kata-kata menghujat dan menghina kami. Terus terang,tuduhan itu tidak benar dan saya menyatakan seluruh amal ibadah saya selaku Muslim tidak akan diterima Allah SWT selama hidup di dunia jika benar apa yang dituduhkan oleh orang-orang yang sengaja menyebar fitnah,” tegas Husen Riuh.
Akibat munculnya tuduhan dan fitnah lewat Medsos, lanjutnya, pihak keluarga dan kerabat lainnya ikut terpacing emosi yang bisa mengundang kerawanan sosial terjadinya bentrok di tengah masyarakat.
Namun, sambungnya, hal itu masih dapat dibendung, karena pada prinsipnya, bukan hanya ia yang ikut merasakan tuduhan, fitnah dan hinaan lewat Medsos, tapi keluarga maupun kerabat lainnya juga ikut terpukul dan merasakan betapa sakitnya dituduh dan difitnah oleh orang-orang yang tidak tahu dan memahani akar permasalahan yang sebenarnya.
Sementara itu, hal yang sama juga dialami dan rasakan oleh mantan Camat Bokat, Martini Lamaka dan keluarganya.
Terpisah, Martini Lamaka yang didampingi suaminya Drs H Abdilah Bandung mengakui kalau dirinya, juga dituduh dan difitnah telah menerima imbalan Rp300 juta dari PT. HIP.
Bahkan, katanya, saat masuk sebagai Caleg DPRD Buol dari Partai Golkar, jelang pemilihan sempat beredar selebaran yang menyebut bahwa ia terlibat kasus pelepasan batas kawasan hutan dan telah menerima imbalan dari PT HIP.
“Padahal itu semua hanya fitnah, dan secara politis selebaran tersebut sengaja diedarkan yang tujuannya tak lain sebagai bentuk pembusukan dan pembunuhan karakter terhadap istri saya. Dan saya menilai itu semua terjadi akibat bias kebijakan Bupati Buol, Amirudin Rauf yang mencopot Pak Husen Riuh dan Kasim Butudidi dari jabatanya tanpa alasan dan pertimbangan yang matang, tapi cenderung dilakukan hanya karena emosial seorang pemimpin,” kata Abdilah Bandung.
Isu yang beredar itu memprihatinkan dan disesali oleh salah seorang tokoh masyarakat di Buol.
Menurutnya, isu bahwa keempat Camat menerima imbalan dari PT HIP karena telah menandatangani rencana pelepasan kawasan hutan dianggap tidak mendasar dan tidak masuk akal. Sebab mereka hadir dan bertandatangan karena kewajiban dan tanggung jawab mereka selaku panitia tata batas kawasan hutan di Kabupaten Buol, termasuk beberapa petugas lainnya dari Bappeda, BPN, Bagian Tata Pemerintahan di Buol
”Jadi, kehadiran mereka saat itu sifatnya resmi dan sesuai prosedur karena berdasarkan perintah pimpinan. Jadi mana mungkin mereka menerima imbalan dari PT HIP. Lain halnya kalau mereka datang menghadiri rapat secara diam-diam tanpa sepengetahuan dan perintah pimpinan, itu boleh jadi mereka menerima imbalan karena ada persengkokolan antara mereka dengan PT. HIP,” ujar tokoh yang enggan namanya di korankan.
Lanjutnya, salah satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa beberapa tahun lalu PT HIP sudah pernah terjerat hukum kasus suap yang melibatkan mantan Bupati Buol, Amran Batalipu. Belajar dari pengalaman itu, tidak mungkin PT HIP mencoba mengulangi peristiwa tersebut untuk kedua kalinya dengan memberi imbalan atau suap kepada pejabat hanya untuk menandatangani pelepasan kawasan. “Jadi, saya berharap, mari kita semua membuka hati, pikiran jernih dan menyadari serta menengok ke belakang bahwa sesungguhnya apa yang dituduhkan terhadap mereka itu tidak benar dan itu hanyalah fitnah belaka yang tidak bisa dipertanggung jawabkan,’ imbaunya. SUL