PALU, MERCUSUAR – Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) mengakhiri operasi evakuasi korban meninggal pada hari ini Kamis (11/10/2018) sore. Direktur Operasi Basarnas Brigjen TNI (Mar) Bambang Suryo menyampaikan, Basarnas sepenuhnya mengakhiri operasi evakuasi pada tanggal sudah ditetapkan. Pihaknya akan menyerahkan tugas kepada Basarnas wilayah Kota Palu. Hal ini ia sampaikan Ruang Pos Pendamping Nasional (Pospenas) di Kantor Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng) Jalan Sam Ratulangi, Kota Palu, Rabu (10/10/2018).
“Operasi evakuasi kami akhiri sampai tanggal 11 Oktober 2018 sore hari, setelah itu kami hentikan. Namun kami tetap menyiapsiagakan personel Basarnas dari kantor Palu untuk melakukan asistensi.
Namun demikian katanya, bila mendapatkan laporan masih ada korban dari masyarakat, mereka akan melakukan evakuasi.
Basarnas telah berupaya keras untuk melakukan operasi pencarian dan pertolongan serta evakuasi di lokasi-lokasi yang teridentifikasi adanya korban tertimbun maupun laporan warga.
Selama melakukan operasi itu, medan terberat terkonsentrasi pada lokasi-lokasi terdampak fenomena likuifaksi, seperti Petobo, Balaroa, dan Jono Oge.
Pada Rabu kemarin ujar Bambang, di Petobo dan Balaroa di guyur hujan, sehingga tanah menjadi labil.
“Seperti di Jono Oge, personel kami kesulitan untuk melakukan evakuasi meskipun dengan menggunakan alat berat amphibi. Medan berlumpur dan kondisi tanah labil menyulitkan alat berat untuk beroperasi,” katanya.
Melihat kondisi yang sulit, personel lapangan sangat memperhatikan aspek keselamatan. Bambang menggambarkan bagaimana tanah labil menjadi ambles ketika mereka menginjakkan kakinya. Estimasi untuk menyisir lokasi terdampak membutuhkan waktu sekitar lima bulan.
Citra satelit menunjukkan bahwa luas areal terdampak di Balaroa mencapai 47,8 hektar, Petobo 180 hektar, dan Jono Oge 202 hektar.
Setelah operasi dinyatakan selesai, Basarnas menyerahkan kepada keputusan pemerintah daerah setempat terhadap para korban yang masih terkubur. Dalam operasi pencarian, pertolongan dan evakuasi tersebut, Basarnas telah mengerahkan ratusan personel.
Berdasarkan data Pospenas, total personel yang terlibat dalam upaya pencarian korban sebanyak 404 orang yang terdiri dari 154 personel Basarnas, 13 ABK SAR Wisanggeni, dan 11 ABK KM SAR Laksmana ditambah 230 potensi personel.
Hingga 9 Oktober 2018, pukul 17.45 Wita Basarnas berhasil mengevakuasi korban sejumlah 895 orang, yang terdiri dari 809 korban meninggal dunia dan 86 selamat.
Evakuasi korban meninggal dunia pada tanggal tersebut berjumlah 26 jiwa dengan rincian sebagai berikut Kota Palu 20 jiwa, Kabupaten Sigi empat orang, dan Donggala dua orang.
Sementara itu, jumlah korban jiwa per 10 Oktober 2018, pukul 13.00 WIB sebagai berikut, korban meninggal dunia sebanyak 2.045 jiwa, dengan rincian Kota Palu 1.636 jiwa, Donggala 171, Sigi 222, Parigi Moutong 15, dan Pasangkayu di Sulawesi Barat 1 orang.
Dari jumlah tersebut, semua korban meninggal telah dimakamkan, baik secara massal maupun di pemakaman keluarga. Korban luka mencapai 10.679 dengan rincian luka berat 2.549 jiwa dan luka ringan 8.130.
Sementara informasi terupdate dalam rapat hasil evaluasi pelaksanaan tanggab darurat, Rabu (10/10/2018). Pukul 19.10 Wita malam, korban meninggal dunia meningkat.
Hasil evakuasi yang dilaksanakan Kogasgabpad hari ini dapat mengevakuasi korban tertimbun sebanyak 28 Korban sehingga jumlah korban meninggal yang sudah di evakuasi Kogasgabpad sudah mencapai 2. 065 korban jiwa.
Sesuai hasil rapat Satgasgabpad tadi semalam bahwa perlu perbaikan data pengungsi, olehnya perlu dipahami tentang defenisi pengungsi karena data pengungsi akan menjadi bahan kebijakan pemerintah. Setelah tanggab darurat, pembangunan Huntara dan Huntap dan kebutuhan pengungsi kedepan
BNPB bahwa defenisi pengungsi adalah orang yang kehilangan rumah dan kehilangan pekerjaan. Mereka mengharapkan bantuan untuk memenuhi kebutuhannya untuk validasi data akan diturunkan tim yang melibatkan pihak universitas. BOB