POSO, MERCUSUAR – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Poso terus menggelar sosialisasi kepada semua elemen, mengajak melakukan pengawasan bersama terhadap setiap tahapan proses Pemilu 2024.
Terbaru, sosialisasi tersebut melibatkan sejumlah elemen masyarakat, di antaranya Bhayangkari, Persit, tokoh pemuda, ormas KKSS, KKJST, organisasi mahasiswa, HMI, GMKI dan insan pers, di salah satu hotel di Poso, Kamis (21/12/2023).
“Bawaslu aktif melakukan sosilasiasi kepada semua elemen tanpa terkecuali, agar menjadi bagian dari proses pengawasan partisipatif Pemilu mendatang,” kata Komisioner Bawaslu Poso, Wisnu Pratala.
Ia berharap, sosialisasi yang digelar dapat menambah wawasan dan membuka cakrawala berpikir peserta, agar bersama-sama melakukan pengawasan Pemilu 2024, untuk mewujudkan Pemilu yang berkualitas dan bermartabat di Bumi Sintuwu Maroso.
Tampil sebagai pemateri dalam giat tersebut, Kasat Reskrim Polres Poso yang diwakili Kanit Tipiter, R. Situmorang yang menyampaikan materi soal pencegahan isu SARA dan hoaks dalam Pemilu mendatang.
Materi lainnya dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Poso yang disampaikan Kasi Pidum, Muhammad Amin menyampaikan bentuk-bentuk tindak pidana Pemilu. Menurutnya, ada sejumlah kategori yang masuk dalam bentuk tindak pidana Pemilu, yang harus diawasi bersama. Di antaranya ujaran kebencian (hate speech), berita hoaks, isu SARA, black campaign (kampanye hitam), dan politik uang.
“Jangan segan-segan melaporkan jika menemukan bentuk tindak pidana Pemilu tersebut. Nantinya, laporan akan diproses melalui tim Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, Kejari dan kepolisian,” ujar Muhammad Amin.
Menjawab pertanyaan peserta, Amin juga menyampaikan bahwa Gakkumdu Poso pernah menyidangkan kasus salah seorang caleg, yang masuk kategori melakukan pelanggaran tindak pidana Pemilu, dan hasilnya caleg tersebut didiskualifikasi dari DCT dan tidak ikut kontestasi Pileg.
Sementara itu, Komisioner KPU Poso, Mansur menyampaikan terkait sejumlah tahapan penyelenggaraan Pemilu hingga teknis penyelenggaraan kepada peserta sosialisasi, termasuk bentuk pelanggaran administrasi yang harus menjadi bagian pengawasan partisipatif masyarakat.
“Sekarang ini sudah masuk tahapan kampanye. Kalau sebelumnya lembaga pendidikan seperti kampus tidak boleh dijadikan lokasi kampanye, kalau dengan aturan saat ini sudah diperbolehkan. Dengan catatan, tidak boleh membawa atribut partai dan harus ada undangan atau izin dari Rektor setempat,” tandasnya. ULY