PALU, MERCUSUAR – Perayaan Nyepi Tahun Baru Saka 1944 atau yang bertepatan pada Kamis (3/3/2022) masih dilaksanakan oleh Umat Hindu di tengah pandemi Covid-19.
Olehnya, berbagai rangkaian peribadatan di tengah perayaan Nyepi masih dilakukan dengan beberapa penyesuaian untuk menerapkan protokol kesehatan (prokes), untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Hal itu dikemukakan Pembimbing Masyarakat Hindu (Pembimas Hindu) Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulteng, I Wayan Tantra, saat dihubungi media ini, Selasa (1/3/2022).
“Tentu disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing, karena suasana Covid-19 belum berakhir dan meningkat lagi. Tetap menerapkan prokes,” kata Wayan Tantra.
Beberapa rangkaian ibadah pada Nyepi tahun ini, sebut Wayan Tantra, misalnya Melasti yang tidak dilaksanakan oleh umat Hindu sebagaimana biasanya, yakni dengan berdoa di tepi pantai. Pelaksanaan Melasti tahun ini, khususnya di Kota Palu, dilakukan di lingkungan Pura.
“Siang hari ini (kemarin-red) mulai pelaksanaan Melasti tetapi tidak ke laut, hanya di lingkungan Pura saja, karena kita menyesuaikan. Termasuk Ogoh-ogoh juga tetap tidak ada, karena itu kan bisa mengumpulkan orang banyak,” ujarnya.
Sementara itu, rangkaian peribadatan lainnya tetap dijalankan di Pura, namun dibatasi dengan pembagian shift, untuk meminimalisir kerumunan umat Hindu yang mengikuti ibadah. Meskipun dilakukan penyesuaian akibat pandemi, namun Wayan Tantra menegaskan hal itu tidak mengurangi inti makna perayaan Nyepi bagi umat Hindu.
“Tidak mengurangi makna dan esensi Nyepi. Harapan kami, dimohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa melalui perayaan Nyepi ini Covid-19 cepat berlalu,” ujarnya lagi.
Wayan Tantra menjelaskan, inti makna ibadah Nyepi bagi umat Hindu adalah melakukan pembersihan atau penyucian diri dan alam semesta dari segala macam kotoran.
Pada ritual tawur kesanga misalnya, dilakukan pembersihan bhuana agung atau alam semesta, agar seluruh sifat-sifat tidak baik kembali menjadi baik. Kemudian pada puncak Nyepi dilakukan Catur Brata Penyepian, sebagai bentuk pembersihan bhuana alit atau diri manusia.
“Diharapkan melalui itu semua perilaku, pikiran dan perkataan menjadi bersih kembali,” pungkas Wayan Tantra. IEA