Pemprov akan Lakukan Langkah Strategis

FOTO HLLL GUBERNUR

PALU, MERCUSUAR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulteng segera mengimplementasikan penerapan protokol kesehatan COVID–19 guna menekan angka penyebaran penularan COVID-19, dengan langkah-langkah strategis.

Hal itu dikatakan Gubernur usai Rapat Koordinasi (Rakor) pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 dipimpin Menkopolhukam, Prof Mahfud MD serta dihadiri Mendagri, Tito Karnavian dan Kepala BNPB, Doni Mornardo secara virtual di ruang video conference Kantor Gubernur, Jumat (2/10/2020).  

“Merespon penyampaian Pemerintah Pusat, maka kami pemerintah daerah segera melakukan langkah–langkah strategis,” kata Gubernur pada rakor yang turut  didampingi Plh Sekprov, Moeliono ;Danrem 132 Tadulako, Brigjen TNI, Farid Makruf dan Wakapolda, Brigjen Pol Hary Santoso.

Hal itu, sambung Gubernur, akan dikoordinasikan dengan para Bupati dan Wali Kota se Sulteng, baik yang melaksanakan Pilkada serentak maupun yang tidak menggelar Pilkada.

TINDAK TEGAS

Dalam rakor itu, Menkopolhukam menyatakan masih ditemukan pelanggaran yang terjadi di lapangan karena tidak mengikuti protokol kesehatan COVID–19.

Dalam seminggu terakhir, daerah yang mengikuti Pilkada dan masuk zona merah mengalami penurunan jumlah kasus dari 45 menjadi 29. Sementara daerah yang tidak melaksanakan Pilkada  terjadi kenaikan dari 25 menjadi 33.

“Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah yang melaksanakan Pilkada tidak menjadi pemicu terjadinya kenaikan kasus COVID-19,” ujarnya.

Olehnya itu, Ia menyampaikan perlu ada tindakan tegas tanpa pandang bulu bagi pelanggar protokol kesehatan COVID–19 guna menekan angka penularan.

94% DAERAH TELAH RAKOR

Sementara itu, Mendagri menyampaikan apresiasinya pada pemda karena 94% daerah sudah melaksanakan rakor.

Tahun 2020, katanya, sebanyak 37 kota, 224 kabupaten dan sembilan provinsi akan mengikuti Pilkada.

“Seluruh peserta pilkada pada tingkat provinsi sudah melaksanakan rakor. sementara pada tingkat kabupaten dan kota masing-masing baru melaksanakan rakor sebanyak 95 persen,” ungkapnya.

Mendagri mengakui masih terdapat sejumlah kasus dalam Pilkada, terutama dalam hal pelanggaran protokol kesehatan COVID-19. Dimana ada sejumlah simpatisan kandidat kepala daerah terpantau tidak memakai masker dan berkerumun.

Dicontohkannya, kejadian pada 4 hingga 6 September lalu atau saat pendaftaran pasangan calon (Paslon) yang terdapat sejumlah kasus pelanggaran protokol kesehatan hingga menuai beberapa kritikan.

Pada 23 dan 24 September atau penetapan paslon pengundian dan pengumuman nomor urut pason, lanjut mendagri, merupakan waktu yang cukup rawan penyebaran COVID-19, tetapi berkat kesiapsiagaan pihak penyelenggara segalanya dapat berjalan dengan aman.

Olehnya itu, ia meminta pada semua pihak penyelenggara Pilkada untuk menyosialisasikan serta mengawasi pelaksanaan tahapan Pilkada untuk pencegahan penyebarluasan COVID-19. Mengingat masih banyak tahapan dalam Pilkada yang rawan dari penyebaran COVID-19, utamanya saat masa kampanye dan pemungutan suara. “Pelaksanaan Pilkada serentak bisa berjalan dengan aman dan lancar tanpa ada gangguan yang dapat merusak stabilitas nasional, serta aman dari penyebaran pandemi COVID-19,” katanya.

Mendagri menegaskan bahwa ‘mindset’ semua pihak yang terlibat dalam Pilkada serentak harus berusaha mematuhi dan terus mengintensifkan protokol kesehatan yang telah ditetapkan. “Prinsip dasar dalam mencegah penularan adalah 3 M, yaitu Menggunakan masker, Mencuci tangan Menggunakan sabun dengan air mengalir, serta menjaga jarak,” tandasnya. .

PERSEPSI MASYARAKAT

Sementara itu, Kepala BNPB mengakui terdapat tantangan berkaitan persepsi masyarakat tentang resiko kemungkinan terinfeksi atau tertular  COVID-19.

Dikatakannya, 12,5% masyarakat menyatakan tidak mungkin tertular COVID-19; 4,5% menyatakan sangat tidak mungkin; 19,3% menyatakan sangat mungkin; 29,4% menyatakan mungkin; sementara 34,3% menyatakan cukup mungkin.

Ketidakpatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan berdasarkan data 55%, karena tidak ada sanksi; tidak menerapkan protokol kesehatan 39% menyatakan tidak ada kejadian penderita di lingkungannya; serta 33% menyatakan pekerjaan menjadi sulit jika harus menerapkan protokol kesehatan.

Kemudian, 23% menyatakan harga masker, hand sanitizer dan APD yang mahal; 21 persen karena mengikuti orang lain; serta 15% alasan lainnya.

Dia juga menjelaskan bahwa perbandingan zonasi resiko daerah Pilkada dan non Pilkada, dimana di kabupaten dan kota peserta Pilkada jumlah daerah zona resiko tinggi, rendah dan belum atau tidak terdampak berkurang, tapi zona risiko sedang bertambah. Sementara di kabupaten dan kota non Pilkada jumlah daerah karena resiko tinggi dan rendah bertambah, tapi zona resiko ringan dan belum atau tidak terdampak berkurang. BOB

Pos terkait