PALU, MERCUSUAR – Persatuan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) bersama Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (APTIKOM) Sulteng dan Posko Perjuangan Rakyat (Pospera), menggelar Diskusi Interaktif bersama mahasiswa, dalam rangka memeringati 25 tahun peristiwa reformasi di Indonesia.
Diskusi yang diikuti ratusan mahasiswa tersebut, digelar di aula STMIK Bina Mulya Palu, Sabtu (6/5/2023), serta menghadirkan narasumber yakni Ketua APTIKOM Sulteng, Burhanuddin Andi Masse dan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulteng, Dedi Askari. Keduanya termasuk dari perwakilan aktivis yang turut terlibat aktif pada momen reformasi. Sementara bertindak selaku moderator, adalah Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, Hamdin.
Pada kesempatan itu, para narasumber menekankan pentingnya pergerakan mahasiswa bersama dengan masyarakat, di sepanjang sejarah perkembangan bangsa Indonesia. Di setiap masa, selalu diperlukan peran aktif dari mahasiswa, untuk menjaga arah pembangunan bangsa.
Dedi Askari dalam pengantarnya menuturkan, momentum reformasi di Indonesia dimulai pada 25 tahun yang lalu tanggal 21 Mei. Reformasi, menurutnya, sangat erat berkaitan dengan masifnya pergerakan aksi berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat sipil, yang berujung pada mundurnya Soeharto dari jabatan Presiden RI kala itu.
“Masifnya pergerakan tersebut termasuk di Sulteng. Bahkan desakan dalam bentuk aksi massa mahasiswa dan masyarakat sipil di Sulteng, menjadi salah satu patron dari pergerakan berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat di seluruh Indonesia,” tutur Dedi.
Sementara itu, Burhanudiin Andi Masse mengajak para mahasiswa generasi saat ini, untuk dapat terus berperan dalam mengisi reformasi. Ia mengingatkan, ke depan berbagai sektor strategis dalam pembangunan bangsa dan daerah, harus diisi oleh generasi-generasi saat ini.
“Mari berpikir ke depan menguasai teknologi, jangan pernah mundur dan takut belajar, lakukan selangkah untuk mencapai seribu langkah ke depan,” pesannya.
Menurutnya, semangat reformasi yang dimulai sejak 25 tahun yang lalu, telah memberikan ruang yang besar terhadap pendidikan. Contohnya, kebijakan 20 persen anggaran untuk pendidikan, memberikan ruang yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat untuk membuka institusi pendidikan.
“Reformasi adalah buah dari sikap tegas dari mahasiswa. Sehingga mahasiswa harus bangga terhadap proses reformasi itu sendiri,” pungkasnya. IEA