PALU, MERCUSUAR – Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulteng, Arnold Firdaus Bandu mengungkapkan salah satu faktor yang menjadi kendala terkait sarana hubungan industrial adalah kurangnya tenaga mediator.
Kendala itu dialami seluruh kabupaten dan kota atau Provinsi Sulteng. Tenaga mediator tersebut, berperan dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Ia menyebutkan, jumlah mediator yang ada saat ini di tingkat Provinsi Sulteng dua orang, namun penempatannya saat ini di luar bidang hubungan industrial. Sedangkan di kabupaten dan kota, masing-masing di Kota Palu dua orang, Kabupaten Donggala satu orang, Kabupaten Tolitoli satu orang, Kabupaten Buol satu orang dan Kabupaten Banggai satu orang (legitimasi dicabut). Kemudian, Kabupaten Banggai Kepulauan satu orang dengan penempatan di luar bidang lain, dan Kabupaten Banggai Laut satu orang.
“Dalam kurun waktu 2019-2020, sebanyak 117 kasus perselisihan hubungan industrial telah ditangani oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulawesi Tengah,” kata Arnold, pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, di salah satu hotel di Kota Palu, Kamis (24/9/2020).
Diungkapkannya, dari 117 kasus tersebut, masing-masing Kota Palu 58 kasus, Kabupaten Banggai 20 kasus, Morowali 24 kasus, Morowali Utara 3 kasus, Poso 2 kasus, Tojo Unauna 3 kasus, serta Donggala 6 kasus.
Arnold menegaskan bahwa pelaksanaan Bimtek Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial sangat penting dan strategis, agar semua unsur pelaku hubungan industrial dalam dunia ketenagakerjaan dapat mengetahui dan menyelesaikan setiap permasalahan atau perselisihan hubungan industrial dalam perusahaan. Baik itu perselisihan hak, penghentian hubungan kerja (PHK), serta kepentingan maupun perselisihan antarserikat pekerja atau serikat buruh.
“Kami berharap dengan adanya bimtek, dapat menekan angka kasus perselisihan hubungan industrial, dan terciptanya hubungan yang harmonis antara pengusaha dan pekerja,” ujarnya.
Bimtek tersebut, jelasnya, juga bertujuan memberi pembekalan kepada aparat yang menangani hubungan industrial, serikat atau pekerja serikat, dan perusahaan-perusahan, untuk melakukan negosiasi dalam menyelesaikan kasus hubungan industrial di dalam perusahaan.
Diterangkannya, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud sarana hubungan industrial adalah serikat pekerja atau serikat buruh, organisasi pengusaha, Lembaga Kerja Sama Bipartit, Lembaga Kerja Sama Tripartit, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, dan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
“Kedelapan sarana hubungan industrial tersebut, apabila setiap perusahaan melaksanakan dengan baik dan konsisten, tentunya akan tercipta hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan serta ramah investasi,” tandasnya. IEA/*