Peter Youngren Hargai Kelompok yang Protes

Pendeta asal Kanada, Peter Youngren (kiri) saat memberikan keterangan kepada wartawan di Palu, Rabu (29/1/2025). FOTO: IMAM EL ABRAR/MS

PALU, MERCUSUAR – Pendeta asal Kanada, Dr. Peter Youngren menghargai para kelompok yang memprotes kedatangannya di Kota Palu.

Sebagaimana dijadwalkan, Peter akan menjadi pembicara utama pada Festival Persahabatan, yang digelar di Kota Palu pada 30 Januari 2025 hingga 2 Februari 2025.

“Saya percaya orang-orang yang protes adalah orang tulus juga. Saya yakin yang mereka ikuti adalah keyakinan dari hatinya, dan saya tidak melihat mereka sebagai orang jahat,” kata Peter kepada wartawan, usai ramah tamah bersama unsur Forkopimda Provinsi Sulteng, di salah satu hotel di Palu, Rabu (29/1/2025).

Pendiri World Impact Ministries dan penulis buku ‘My Muslim Friends’ tersebut juga mengatakan, jika diberikan waktu berbicara baik-baik dengan kelompok terkait, maka pandangan tersebut kemungkinan akan menjadi berbeda.

“Saya yakin, kalau mereka mengenal saya dan diberi waktu bicara baik-baik, mereka pasti bisa melihat dengan berbeda. Karena mungkin mereka sudah punya konsep pemikiran siapa saya,” ujarnya.

Peter menekankan, pendekatan yang dilakukannya dalam setiap kunjungan di tiap negara, merupakan pendekatan yang dewasa. Peter mengaku tidak pernah menganggap semua agama sama, dan tidak pernah meninggikan satu agama dibandingkan yang lain.

“Saya tidak mengatakan semua agama sama saja, pastinya kita punya perbedaan. Tetapi kita menghargai satu sama lainnya,” imbuhnya.

Peter mengatakan tema persahabatan yang dituangkan dalam kunjungannya, adalah membagikan pesan bahwa kasih Tuhan untuk semua orang tanpa diskriminasi. Hal itu, menurutnya, merupakan hal yang penting untuk kesehatan mental, kesuksesan, dan kehidupan yang penuh kedamaian.

Pada sejumlah kesempatan di berbagai negara, kunjungan Peter Youngren juga identik dengan pemberian kesembuhan bagi orang-orang yang datang. Hal itu menurutnya merupakan kuasa sepenuhnya dari Tuhan.

“Ketika mukjizat kesembuhan terjadi, saya tidak merasa karena saya punya karunia dan kekuatan khusus. Tetapi ketika saya berdoa, saya sendiri sudah melihat keajaiban memang terjadi, dan saya berikan kredit itu kepada Tuhan, semua Tuhan yang buat,” tandasnya.

Sementara itu, Gubernur Sulteng yang diwakili Kepala Dinas Pariwisata, Diah Agustiningsih menyampaikan penyelenggaraan Festival Persahabatan dapat menjadi bukan sekadar acara rohani bagi umat Kristen, tetapi juga terselip pesan moral tentang pentingnya hidup berdampingan dalam toleransi dan moderasi beragama.

Ia juga berharap, kegiatan tersebut menjadi wadah strategis dalam memperkuat harmoni sosial, kerukunan beragama dan identitas kebangsaan sebagai bangsa yang besar, cinta damai, bersahabat, toleran dan humanis.

Diah menegaskan bahwa pemerintah hadir memastikan tiap umat beragama dapat beribadah dan menjalankan agama masing-masing, tanpa diliputi rasa takut, terancam dan diskriminasi.

“Olehnya saya mengajak kita semua, untuk senantiasa tabayyun atau tidak tergesa-gesa dalam menyimpulkan atau mengambil tindakan. Mari kita membuka diri untuk berdialog, bukan untuk mempersoalkan perbedaan, tetapi mencari persamaan membangun harmoni sosial, moderasi, cinta kasih dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Dari semangat inilah, diharapkan menjadi fondasi terbangunnya persahabatan sejati tanpa sekat baik suku, agama, ras dan antargolongan,” tutur Diah.

Ia juga mengajak Peter Youngren untuk turut meluangkan waktu berwisata dan berbelanja suvenir maupun oleh-oleh khas Sulteng, seperti bawang goreng, abon sapi dan sarung donggala.

Ketua Panitia Festival Persahabatan, Pdt. Yewin Tjandra mengatakan kegiatan festival yang digelar di Gelora Bumi Kaktus (GBK) Palu tersebut, tidak hanya merayakan keanekaragaman budaya, tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

“Kami sangat berterima kasih atas dukungan luar biasa dari berbagai pihak, termasuk kepada teman-teman yang mungkin berbeda pendapat dengan kita, kami hargai dalam ragam demokrasi Pancasila, kami harus saling menghormati dan menghargai,” ujar Yewin.

Ia juga menyampaikan permohonan maaf, atas sejumlah pemahaman berbeda, terkait kegiatan yang diagendakan khusus untuk umat Kristen tersebut.

“Saya minta maaf, karena tidak ada maksud sedikit pun untuk menyakiti saudara-saudara kami,” pungkas Yewin. IEA

Pos terkait