PALU, MERCUSUAR – Kelompok Kerja (Pokja) Majelis Taklim Sulteng masa bakti 2023-2026 resmi dikukuhkan oleh Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Sulteng, H. Ulyas Taha, di Kanwil Kemenag Sulteng, Jumat (22/9/2023).
Dalam arahannya, Ulyas menekankan Pokja Majelis Taklim bertugas untuk melakukan pembinaan kepada majelis-majelis taklim, dari aspek kelembagaan, manajemen, sumberdaya manusia, serta kurikulum. Pokja diharapkan dapat menjadi wadah belajar serta berkoordinasi berbagai program yang dilakukan oleh Majelis Taklim.
“Fungsi Pokja Majelis Taklim nantinya tidak terbatas pada urusan internal, seperti pembahasan seragam atau arisan, namun melupakan visi. Pokja dapat memastikan keberadaan Majelis Taklim yang ada di Sulawesi Tengah, merupakan majelis taklim yang sesuai koridor Islam, dan mengetahui mana yang menyimpang,” tutur Ulyas.
Ia juga mengingatkan, agar Pokja Majelis Taklim tidak dijadikan sebagai alat politik bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Apalagi sampai berpolitik praktis, bahkan menjual (nama Pokja) secara langsung,” tegasnya.
Ulyas mengajak seluruh pengurus Pokja untuk menjadikan amanah yang diberikan untuk dijalankan dan dimanfaatkan dengan baik.
Terutama pada era digital, pengurus Pokja diminta untuk dapat memanfaatkan media sosial sebagai alat sosialisasi program majelis taklim, dengan konten yang menarik. Pokja juga dapat menjadi wadah pengetahuan agama, serta meningkatkan fungsi majelis taklim untuk melakukan peran yang lebih produktif dalam pembinaan rumah tangga masyarakat.
“Jadikanlah Pokja ini sebagai sarana untuk meningkatkan fungsi majelis taklim, serta sarana belajar yang strategis untuk menyiarkan Islam,” pungkas Ulyas.
MASIH BANYAK DIKELOLA SECARA TRADISIONAL
Penyuluh Agama Islam, Sofyan Arsyad mengungkapkan, di Sulteng saat ini tercatat ada 2.081 majelis taklim. Dari jumlah tersebut, kata dia, masih dijumpai cukup banyak majelis taklim yang dikelola secara tradisional, dengan menggunakan pendekatan pahala, dan konsep ‘lillahi taala’.
Dengan pengelolaan seperti itu, menurut Sofyan, majelis taklim terlihat statis, tidak berkembang, monoton dan tidak miliki program kerja, dan lebih banyak yang justru sibuk mengurus seragam. Sofyan juga mengatakan, berdasarkan pengamatannya,
“Pengurus majelis taklim terlihat hanya itu-itu saja. Mereka enggan diganti, dan tidak punya batas waktu kapan masa bakti berakhir,” ujar Sofyan.
Ia menegaskan, tata kelola majelis taklim yang seperti itu harus ditinggalkan, dengan memperkenalkan pola manajemen modern yang lebih baik, terarah dan efektif. Ia berharap, nantinya majelis taklim dapat lebih berkembang menjadi kekuatan sipil, dan memainkan peranan lebih besar dalam membangun masyarakat, khususnya keluarga Muslim Indonesia.
Sofyan mengatakan, pembentukan majelis taklim harus berpedoman pada PMA 29/2019 tentang Majelis Taklim, yang di antaranya mengatur tata cara pendaftaran dan memperoleh Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Majelis Taklim.
“Dari 2.081 majelis taklim di Sulteng, mungkin belum sampai sepuluh persen yang miliki SKT. Jika ormas memperoleh SKT dari Badan Kesbangpol, maka SKT Majelis Taklim diterbitkan oleh Kantor Kemenag Kabupaten dan Kota,” tandas Sofyan. */IEA