PARIGI MOUTONG, MERCUSUAR – Permintaan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) yang disampaikan Bupati Parigi Moutong (Parmout) H. Erwin Burase untuk menelusuri dalang di balik munculnya usulan 53 titik Wilayah Pertambangan (WP) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dinilai janggal oleh pimpinan DPRD setempat.
Wakil Ketua I DPRD Parmout, Sayutin Budianto menegaskan pembentukan Pansus tidak bisa dilakukan sembarangan, dan bukan bagian dari fungsi penyelidikan lembaga legislatif. Ia menjelaskan, Komisi III DPRD sebelumnya sudah mengeluarkan rekomendasi kepada pimpinan DPRD, untuk mencabut usulan 53 titik WP dan WPR yang menuai polemik. Rekomendasi itupun telah ditindaklanjuti oleh Bupati dengan mencabut surat usulan.
“Usulan 53 titik sudah dicabut. Jadi kenapa harus dibentuk Pansus lagi? Ini aneh. DPRD sudah menjalankan fungsi pengawasan, bukan penyidik,” tegas Sayutin kepada wartawan di Parigi, Kamis (30/10/2025).
Menurutnya, apabila masih ada dugaan penyimpangan dalam pengusulan titik-titik tambang tersebut, Bupati memiliki hak prerogatif untuk menelusurinya secara internal di Pemerintah Daerah (Pemda). Dengan cara memanggil para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

“Kalau memang ada oknum yang terlibat, gunakan mekanisme internal. Kan, ada Inspektorat Daerah yang bisa memeriksa, bukan DPRD yang harus mencari siapa dalangnya,” ujarnya.
Sayutin menambahkan, pembentukan Pansus tidak bisa dilakukan begitu saja. Mekanismenya harus melalui Badan Musyawarah DPRD yang merumuskan dan merekomendasikan usulan dari fraksi-fraksi, sebelum disahkan melalui rapat paripurna.
“Tidak bisa karena permintaan pribadi atau sepihak. Semua ada aturannya,” ujar Sayutin.
Sementara itu, Ketua DPRD Parmout, Alfred Masboy Tonggiroh juga menilai permintaan pembentukan Pansus tersebut tidak pada tempatnya. Ia menegaskan, Bupati memiliki kewenangan penuh untuk menyelesaikan persoalan internal pemerintahannya, tanpa harus menyeret DPRD ke dalam ranah eksekutif.
“Bupati tidak bisa serta merta meminta pembentukan Pansus. Ini persoalan internal. Kalau memang ada dugaan keterlibatan oknum di lingkup pemerintah, panggil langsung bawahannya, tidak perlu lewat Pansus,” ujar Alfred.
Menurut Alfred, Pansus merupakan alat kelengkapan DPRD yang dibentuk untuk menelaah kebijakan publik atau menyusun rekomendasi kebijakan, bukan untuk mengusut atau melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran di internal Pemerintah Daerah.
“DPRD bukan penyidik. Kami menjalankan fungsi pengawasan, bukan penyelidikan. Kalau ada masalah dalam pengusulan titik-titik tambang, silakan Bupati gunakan Inspektorat atau APIP internal,” jelasnya.
Ia menjelaskan, bahwa perbedaan data antara pemerintah kabupaten dan provinsi menjadi salah satu alasan Komisi III DPRD untuk merekomendasikan pencabutan usulan tersebut.
“Bupati bilang tahu 16 titik, ESDM tahu 44, tapi muncul 53. Wajar kalau kami minta ditata ulang sesuai ketentuan, agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan,” ungkap Alfred.
Ia menyampaikan, DPRD Parmout belum akan menindaklanjuti permintaan pembentukan Pansus dari Bupati, dan memilih menunggu penyelesaian masalah secara internal di lingkungan eksekutif.
“Kalau memang ada kesalahan dalam prosesnya, Bupati punya hak progresif untuk menertibkan bawahannya. DPRD tidak menolak, tapi semua harus sesuai mekanisme dan aturan,” pungkas Alfred. AFL
 
									 
													





