Program Kosabangsa, Membangun Mitigasi Bencana Pesisir di Desa Uwedikan

Pelaksanaan sosialisasi program Kosabangsa kepada masyarakat Desa Uwedikan Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, belum lama ini. FOTO: IST.

BANGGAI, MERCUSUAR – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) RI melalui Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) mengembangkan program Kosabangsa, yang pada tahun ini memasuki tahun ketiga.

Pada tahun 2024, Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu sebagai pelaksana bersama Universitas Negeri Makassar (UNM) sebagai pendamping, diberi kepercayaan mengembangkan program Kosabangsa, dengan penugasan yang berbasis kebencanaan, di Desa Uwedikan Kecamatan Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, baru-baru ini.

Program tersebut dijalankan dengan mengangkat tema ‘Penanggulangan Mitigasi Bencara Pesisir dan Sanitasi Lingkungan Berbasis Teknologi untuk Meningkatkan Kesejahteraan melalui Destinasi Pariwisata di Desa Uwedikan Kabupaten Banggai’.

Perwakilan Unismuh Palu sebagai pelaksana pada program tersebut terdiri dari tiga orang dosen, masing-masing Drs. Muhammad Jufri, M.Si, M.Kes dari Fakultas Kesehatan Masyarakat sebagai Ketua Tim, bersama anggota Dr. Ir. Rosmaniar Gailea, M.Si dari Fakultas Pertanian,  dan Ir. H. Wahiduddin Basry, ST, M.T dari Fakultas teknik. Sementara dari UNM sebagai perguruan tinggi pendamping terdiri atas tiga orang dosen yaitu Prof. Dr. Ir. Bakhrani A Rauf,  M.T, IPU sebagai ketua, dengan anggota Dr. Darmawang dan Rahmansah, yang semuanya berasal dari Fakultas Teknik.

Selain dosen, program Kosabangsa turut melibatkan lima orang mahasiswa Unismuh Palu, yaitu Syamsurizal dan Putri Indah Mayangsari dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Serina, Ismail dan Ahmad Ridho Rahmani dari Fakultas Pertanian.

Adapun kegiatan yang telah dilaksanakan yakni survei lapangan atau lokasi pelaksanaan yang ditetapkan sebagai lokasi kegiatan program Kosabangsa. Pada kesempatan itu, tim menemukan sejumlah permasalahan yang dihadapi masyarakat atau mitra. Yang pertama, terjadi pengikisan atau abrasi sepanjang 90 meter di Pulau Togong karena banyak mangrove tua yang mati akibat terpaan ombak.

Kedua, masyarakat pesisir, khususnya yang memiliki rumah di atas laut, kesulitan membuang tinja pada saat pasang surut air laut, akibat masih adanya kebiasaan membuang tinja langsung ke laut. Ketiga, masyarakat setempat belum memiliki sistem pengelolaan sampah, sehingga langsung membuangnya ke laut.

Keempat, tingkat kemiskinan cukup tinggi, padahal desa tersebut memiliki potensi yang cukup besar, seperti hasil laut ikan, gurita, dan udang.

Program Kosabangsa di desa tersebut diagendakan melakukan pengembangan beberapa kegiatan. Di antaranya penanaman mangrove, pembuatan jamban keluarga dengan sistem komunal, pengolahan sampah menjadi pupuk organik, serta pengembangan ekonomi kreatif melalui pengolahan ikan terpadu (pembuatan bakso, abon, nugget, dan pengembangan pengolahan gurita).

Pos terkait