PALU, MERCUSUAR – Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Palu, Fauzi Ferdiansyah menegaskan obat Remdesivir saat ini masih berstatus sebagai obat uji untuk terapi pengobatan COVID-19, hingga belum menjadi obat spesifik terhadap penyakit tersebut.
“Statusnya sekarang adalah obat uji, masih belum ditetapkan jadi obat spesifik untuk covid,” ungkap Fauzi, saat dihubungi, Minggu (4/10/2020).
Disebutkannya, status Remdesivir sama dengan obat-obat lainnya seperti klorokuin dan dexamethasone yang saat ini masih berstatus obat uji dan sedang dalam tahap penelitian.
Remdesivir kata Fauzi, sejak dulu telah ada dan digunakan untuk pengobatan terhadap Virus Ebola.
“Obat itu (Remdesivir) sebenarnya obat yang sudah ada, dulu dipakai untuk pengobatan Ebola,” terangnya.
Fauzi juga menjelaskan Remdesivir termasuk dalam kategori obat keras yang diduga dapat menyebabkan efek samping gangguan terhadap liver atau ginjal.
Olehnya, obat tersebut tidak dilepas untuk dijual di apotek, hanya tersedia di rumah sakit.
“Tidak dilepas di apotek, khawatirnya nanti masyarakat bisa membelinya secara bebas atau tidak terkendali. Sama seperti Dexamethasone, obat ini hanya digunakan di rumah sakit dengan pemantauan ketat dari tenaga medis atau dokter, dan sangat disesuaikan dengan kondisi pasiennya saat itu, karena memang belum spesifik,” jelas Fauzi.
BPOM beberapa waktu lalu telah mengeluarkan Informatorium Obat COVID-19 di Indonesia, yang berisi informasi obat-obat utama dalam pengobatan COVID-19. Dalam informatorium tersebut, memuat 16 obat sebagai acuan bagi tenaga kesehatan terkait penanganan COVID-19. Termasuk di dalamnya obat Remdesivir.
“Itu ada belasan obat yang memang saat ini dapat digunakan untuk terapi pengobatan covid. Tapi sekali lagi, ini semuanya masih dalam tahap penelitian. Seluruhnya obat-obat yang sudah ada, jadi belum ada obat baru yang khusus untuk pengobatan covid,” tandas Fauzi. IEA