KOLONODALE, MERCUSUAR – Bupati Morowali Utara (Morut), Delis Julkarson Hehi dan rombongan, terpaksa jalan kaki puluhan kilometer menembus hutan belantara, dalam rangkaian kunjungan kerja di Desa Menyoe, Kecamatan Mamosalato. Desa paling terpencil di pedalaman Suku Wana itu, beberapa bulan terakhir ini terus diguyur hujan, sehingga akses jalan ke daerah pegunungan itu semakin parah.
Semua rombongan harus berjalan kaki, karena tujuh unit mobil yang ditumpangi rombongan, termasuk mobil dinas bupati, semuanya tertanam dalam lumpur dalam perjalanan menuju Desa Menyoe.
Berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk dengan menggunakan alat berat, menarik secara manual, namun semuanya sia-sia. Beberapa personil bertahan di hutan, untuk menjaga mobil dan perlengkapan anggota rombongan, sedangkan puluhan orang lainnya berjalan kaki di tengah hujan menuju Menyoe, karena beberapa agenda kunjungan harus tetap dilaksanakan.
Salah seorang yang terpaksa bermalam di hutan adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Morut Yusri Ibrahim, karena tak mampu lagi berjalan kaki, sehingga terpaksa harus ditandu, untuk mencari pondok masyarakat di kebun.
Selain bupati, ikut pula dalam rombongan Ketua TP PKK Morut, Febriyanthi Hongkiriwang DJ Hehi, Wakil Bupati, Djira K, bersama istrinya, Widyawati Mala H Djira.
Selain itu, ikut pula Kabag Ops Polres Morut AKP Dharmawaty, Perwira Penghubung Kodim 311 Morowali Mayor Inf Lanto N. Toparena, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Kolonodale Andreas Atmaji, SH, MH, serta sejumlah pimpinan OPD Pemda Morut.
Dalam perjalanan pulang dari Menyoe pada Selasa pagi (9/11/2021), Bupati dan Wakil Bupati Morut bersama rombongan, terpaksa harus menempuh perjalanan yang sangat berat dan cukup berbahaya.
Setidaknya ada 12 sungai yang sedang meluap akibat banjir harus diseberangi, bahkan sungai di Desa Menyoe harus meluap sampai setinggi leher orang dewasa. Sungai ini harus tetap diseberangi karena tidak ada jalan lain.
Sebenarnya, beberapa tokoh masyarakat Desa Menyoe sudah menyarankan, agar rombongan jangan dulu memaksakan diri untuk kembali, karena hujan masih terus mengguyur. Namun, bupati dan wakil bupati tidak bisa berlama-lama, karena masih banyak agenda penting lainnya di Kolonodale dan tempat lainnya, yang juga tidak bisa ditunda.
“Kita berangkat dengan doa dan pengharapan, semoga perjalanan kita dilancarkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata bupati, beberapa saat sebelum berjalan meninggalkan Menyoe, dikutip dari MCDD.
Sebagian besar rombongan menggunakan tongkat. Jalan yang licin, berlumpur, dan menanjak memang membutuhkan bantuan tongkat sebagai penyanggah agar tidak terjatuh.
Ternyata jalan yang dilalui cukup berat. Jalan dari Menyoe ke dusun Padangkalan yang hanya berjarak sekitar enam kilometer ditempuh hampir lima jam. Beberapa anggota rombongan harus istirahat beberapa kali terutama pada pendakian yang terjal.
Di Padangkalan, bupati meminta tolong kepada warga setempat untuk memanjat dan mengambil kelapa muda karena semua rombongan sudah kehausan.
Baru berjalan sekitar dua kilometer dari Padangkalan, rombongan yang berjalan terseok-seok mendaki gunung, berhenti di sebuah sungai untuk sekadar mengisi perut.
Perbekalan yang dibawa dari Menyoe dibungkus dalam plastik. Menurutnya, nasi dan sedikit mi goreng. Masing-masing anggota rombongan membawa sendiri perbekalannya, termasuk putri bupati, Angeline Fedilia Hehi.
Saat berada di Dusun Ngoyo, Desa Menyoe, sempat ada mobil jonder yang biasa menarik mobil yang mogok, namun jonder ini juga tidak bisa berjalan normal akibat parahnya jalan. Akibatnya beberapa rombongan yang sempat bergelantungan di jonder termasuk bupati dan Wabup harus kembali berjalan kaki melalui pendakian yang cukup ekstrim.
Jalan kaki tersebut dilakukan di tengah hujan hutan belantara. Tidak ada pilihan lain meski semuanya sudah kecapean. Rombongan sempat istirahat di Desa Uepakatu. Bersamaan dengan itu, mobil jonder yang “memungut” anggota rombongan yang tak bisa lagi berjalan kaki langsung dinaiki anggota lainnya termasuk istri bupati dan istri wabup.
Ada sekitar 20 orang menaiki mobil “Rambo” pedalaman itu dalam perjalanan ke Lijo dan seterusnya ke Tanasumpu, ibu kota kecamatan Mamosalato. Padahal biasanya mobil itu hanya bisa mengangkut maksimal 19 orang. Rombongan tiba di Tanasumpu sekitar pukul 20.30 Wita.
Bupati dan wabup mengakui perjalanan ini cukup berat. Namun ini harus dilakukan sebagai penghargaan kepada masyarakat pedalaman wana, teristimewa warga Desa Menyoe.
“Waktu kampanye pilkada lalu, kami sudah berkomitmen untuk kembali mengunjungi Menyoe. Dan mudah-mudahan tahun 2022 jalan poros ke Menyoe sudah diperbaiki,” jelasnya. VAN