PALU, MERCUSUAR – Anggota Tim Ahli Pelaksana Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, M. Ridha Saleh menyebut Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) atau tanah dan sumber daya alam bukan pekerjaan mudah, karena bersentuhan atau terkait dengan kepentingan regulasi/otoritas di berbagai level, rekayasa sosial, kepentingan dan benturan ekonomi, hak dan keadilan, serta mitigasi lingkungan hudup.
“Namun hal itu bisa menjadi lebih mudah jika kerja penyelesaian konflik agraria dikerjakan secara fokus dan punya target dengan prinsip kesetaraan, kesejahteraan bersama, keadilan semua pihak, serta bebas conflict of interest,” kata Ridha melalui keterangan tertulis yang diterima media ini, Selasa (8/4/2025).
Ia mengingatkan, di Sulteng masih banyak kasus konflik agraria yang bersifat laten dan sewaktu-waktu dapat meledak, serta konflik agraria yang bersifat manifes yang sekarang ada di depan mata.
Apalagi, lanjutnya, konflik-konflik tersebut terkait langsung dengan sektor-sektor strategis seperti pertambangan, perkebunan, kawasan industri, kawsaan pangan, serta infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintah, karena dianggap menunjang kesejahteraan daerah.
Ridha menyarankan agar Satgas PKA fokus pada aspek yang paling strategis, yaitu penyelesaian, pemenuhan dan penataan akses atas hak-hak properti masyarakat dan korban konflik. Namun harus dikaitkan atau inline dengan misi peningkatan kesejahteraan masyarakat, stabilitas sosial, serta iklim investasi yang inklusif dan berkelanjutan di daerah.
“Saya berharap agar Satgas bekerja fokus dan tidak usah aneh-aneh terkesan tanpa arah. Tak ada gunanya pula memperdebatkan status satgas. Mungkin yang perlu disederhanakan struktur internal dan mekanisme handling kasusnya,” ujar Ridha.
Mantan Tenaga Ahli Gubernur Sulteng itu juga mengungkapkan, pada periode kepemimpinan Rusdy Mastura sebagai Gubernur Sulteng, pihaknya telah menyelesaikan 71 kasus.
“Namun saya perlu menegaskan, masih ada 41 perkebunan hingga saat ini belum memiliki HGU, ada 3 konflik di kawasan industri, 14 kasus yang teradukan baik tambang nikel dan galian C, serta 6 kasus berkaitan dengan kerusakan lingkungan sewaktu-waktu akan meledak. Kalau begitu kenyataanya, masih mau anen-aneh, kah?,” tutup Ridha. */IEA