Stunting di Sigi Masih Tinggi

FOTO STUNTING SIGI

SIGI, MERCUSUAR – Tahun 2019, angka stunting anak usia 0-23 bulan di Kabupaten Sigi sebanyak 1.199 anak atau 20,2% dan anak usia 0-59 bulan sebanyak 3.580 atau 24,7%. Hal itu menunjukkan bahwa masih tinggi angka stunting di Kabupaten Sigi.

Demikian dikatakan Bupati Sigi, Moh Irwan Lapatta saat membuka sosialisasi Perbup/regulasi stunting Kabupaten Sigi tahun 2020 di Hotel Jazz Palu, Senin (6/7/2020).

Dikatakannya, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK). Kondisi gagal tumbuh tersebut disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, serta terjadinya infeksi berulang. Kedua faktor penyebab itu dipengaruhi oleh pola asuh yang tidak memadai terutama dalam 1.000 HPK.

Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya lebih rendah dari standar nasional yang berlaku. Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya.

Lanjut Bupati, stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.

Hal itu  yang mendorong Pemerintah Pusat dan Daerah untuk benar-benar fokus dan sangat serius pada pencegahannya, dimana hal tersebut menjadi tanggung jawab semua stakeholders.

“Stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah. Salah satu Fokus Pemerintah Kabupaten Sigi saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan berkompetisi ditingkat global,” ujar Bupati.

Melalui Surat Keputusan Bupati Nomor : 444-185 Tahun 2020, lanjutnya, telah ditetapkan 10 desa yang menjadi lokasi fokus (Lokus) konvergensi percepatan penurunan stunting Tahun 2021. Ke 10 desa meliputi, Desa Lemosiranindi, Pelempea, Morui, Marena, Siwongi, Rantewulu, Waturalele, Langko, Sibalaya Selatan dan Desa Sibalaya Barat. “10 desa lokus tersebut tentunya menjadi perhatian kita bersama. Semua stakeholders harus terlibat untuk bersama-sama menurunkan angka stunting, khususnya di Kabupaten Sigi. Dan OPD terkait seperti Dinas PUPR, DKPP, Dikbud, Dinsos harus menjadi ‘leader’ bersama-sama Dinas Kesehatan dan menjalankan fungsinya masing-masing,” tandas Bupati.

Peran desa harus maksimal, kata Bupati, Kepala Desa (Kades) sebagai pengambil kebijakan ditingkat desa dan sebagai garda terdepan dan paling dekat dengan masyarakat harus benar-benar pro pada upaya pencegahan stunting.

Kades harus berani menganggarkan kegiatan upaya pencegahan stunting melalui dana yang bersumber dari Dana Desa, misalnya kegiatan posyandu (UKBM), penyuluhan kesehatan, KB, peningkatan kapasitas kader, penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan untuk lebih diperkuat.

Pemerintah sangat mendukung langkah percepatan penurunan dan pencegahan stunting melalui kebijakan regulasi Perbub Nomor: 14 Tahun 2020 maupun kebijakan penganggaran, serta seluruh OPD agar dapat menyusun langkah-langkah yang akan ditempuh secara bersama-sama. “Besar harapan saya dengan adanya Perbup menjadi gerakan bersama ditingkat desa, sehingga pelaksanaan aksi intervensi spesifik dan sensitif lebih maksimal lagi,” harapnya. AJI

Pos terkait