BUOL, MERCUSUAR – Tunggakan pajak kendaraan dinas (Randis) Pemerintah kabupaten (Pemkab) Buol, baik roda dua maupun roda empat sekira Rp300 juta.
Demikian diungkapkan Kepala Unit Pelaksana Tehnis Daerah (UPTD) Samsat Wilayah VIII Buol, Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulteng, Zulkifli pada wartawan Media ini di Buol.
Terkait tunggakan tersebut, sambung Zulkifli, pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Pemkab Buol, tapi belum ada tindaklanjutnya.
“Hingga saat ini belum ada penyelesaian pembayarannya,” kata Zulkifli.
Menurutnya, saat ini UPTD Samsat Wilayah VIII Buol berupaya menggenjot target penerimaan pajak daerah yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor dan jenis pajak lainnya.
Tahun 2019, realisasi penerimaan pajak tersebut hingga saat ini sudah mencapai sekitar 40 persen dari target penerimaan yang ditetapkan sebesar Rp12 miliar.
“Diharapkan bulan Desember 2019 target penerimaan itu bisa dicapai 100 persen, hingga lebih baik dari realisasi penerimaan yang dicapai tahun sebelumnya (2018) hanya sekitar 98 persen,” ujarnya.
Penerimaan pajak daerah, lanjut Zulkifli, bersumber dari lima jenis pajak, yakni pajak kendaraan bermotor, biaya balik nama kendaraan bermotor, hibah, pajak air permukaan dan pajak air motor laut. Dari ke-5 jenis pajak tersebut, hanya tiga jenis sumber penerimaan pajak yang bisa diharapkan karena nilainya cukup besar, yaitu pajak kendaraan bermotor, biaya balik nama kendaraan bermotor dan hibah. Sementara dua jenis penerimaan lainnya, yakni pajak air permukaan dan pajak air motor laut khusus di wilayah Buol jumlahnya sangat minim.
“Terutama pajak air motor laut (minim),” tuturnya.
Lebih lanjut dijelaskan Zulkifli, jika melihat kondisi untuk jenis pajak air permukaan seperti depot air minum dan lainnya yang dikelola Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Motanang Buol, nilainya cukup tinggi. Hanya permasalahanya, PDAM selaku wajib pajak selama ini dinilai kurang terbuka ketika dilakukan penagihan terkait data nilai pungutan yang mereka kenakan pada setiap unit depot air minum yang tersebar serta data pelanggan air minum yang dikelola PDAM.
Terkait masalah tersebut, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan PDAM hingga beberapa kali, baik melalui surat resmi maupun berkoordinasi langsung di kantor PDAM.
“Anehnya, PDAM Buol pernah membayar pajak tersebut kepada kami, hanya dihitung Rp100 ribu per triwulan atau hanya Rp400 ribu pertahun. Dan pembayaran itu tidak mengacu pada ketentuan standar pembayaran yang sebenarnya. Artinya, pembayaran itu dinilai tidak wajar. Sebab hasil evaluasi kami pada sejumlah depot air minum di dalam kota Buol, nilai pembayarannya masing masing depot ke PDAM rata rata Rp1 juta lebih pertahun, belum termasuk nilai pembayaran para pelanggan air minum yang mereka kelola. Berapa setiap bulan jika dikalikan, berapa nilai rata rata per-tahun? Jadi kita berharap PDAM agar lebih terbuka dan menyadari tentang nilai kewajiban sebenarnya yang harus dibayar,” ujarZulkifli. SUL