MAKASSAR, MERCUSUAR – Universitas Dipa Makassar bekerjasama dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Episentrum mengadakan diskusi dan bedah buku “Episentrum Intelektual; Meretas Zaman Menuju Indonesia Emas” karya Firman Kurniawan Said, di Universitas Dipa Makassar, Sabtu (6/3/2021).
Acara bertema “Membaca Satu Abad Indonesia” ini dihadiri oleh bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan dan Dosen Undipa Erfan Hasmin S.Kom.
Adnan Purichta menyebut bahwa buku “Episentrum Intelektual” bisa menjadi pijakan sederhana, untuk melihat gambaran era yang terjadi pada saat ini. Menurutnya, perkembangan zaman tidak bisa ditolak, perubahan adalah keniscayaan.
“Salah satu yang menjadi sorotan buku ini tentang reformasi sistem organisasi, dan buku ini memberi penjelasan tuntas, misalnya tentang gerakan organisasi yang konvensional dan modern, pembedanya jelas ada pada pemanfaatan digital dalam berjuang” katanya.
Menyambung pembahasan Adnan Purichta, Erfan Hasmin mengatakan bahwa perubahan di era saat ini, muncul tanpa terduga dan mampu merusak tatanan lama. Karenanya inovasi terjadi secara eksponensial dan tidak terjadi secara bertahap.
“Apabila tidak memiliki disruptive mindset maka akan tertinggal jauh dan mengalami kemunduran. Penyesuaian diri dengan mindset baru akan mampu mengikuti jalur disruption, dan buku ini mengarahkan kita pada mindset-mindset baru tersebut” Kata Erfan Hasmin
Selaku penulis, Firman Kurniawan Said, menyebut bahwa di usia satu abadnya nanti, Indonesia memiliki modal yang sangat besar yakni usia produktif dan Ekonomi yang diproyeksikan masuk dalam lima besar PDB Dunia. Namun modal ini, katanya, akan menjadi sangat disayangkan bila tidak ditopang dengan kemajuan sains dan teknologi.
“Karenanya, keberpihakan pada Sains dan Teknologi menjadi domain Buku Episentrum Intelektual. Dan inilah posisi epistemik saya dalam buku tersebut. Teknologi sejatinya adalah percepatan, dan percepatan senantiasa membutuh proses berpikir yang tanggap” Kata Firman, yang juga kandidat Ketua Umum PB HMI pada Kongres XXXI HMI yang akan digelar di Surabaya.
Menurutnya, mengapa Sains harus selalu dikedepankan, sebab ia memiliki perangkat yang disebut sikap ilmiah, sikap untuk berkomitmen pada dua prinsip dasar, yaitu peduli pada bukti empiris dan mau mengubah teori jika ditemukan bukti empiris baru yang membuktikan bahwa teori itu salah.
“Artinya, berpihak pada sains bukanlah fanatisme, justru dapat membendung fanatisme itu. Dan dengan sikap ini, kita bisa adaptif secara tepat dalam menghadapi era. Bila hal itu terwujud, kita bisa tersenyum menatap masa depan” Tutup Firman Kurniawan Said. */IEA