Usulan Kenaikan UMSK Dinilai Cacat Prosedur

Mohammad Haris Kariming

PALU, MERCUSUAR – Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Sulteng, Mohammad Haris Kariming menilai semua pihak perlu memahami aturan tentang penetapan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Menurutnya, hal yang terpenting adalah semua pihak kembali membuka aturan yang mengatur tentang UMSK.  

Sejauh ini, ia menilai kronologis usulan kenaikan penetapan UMSK oleh Pemerintah Kabupaten Morowali, cacat prosedur.

‘’Ada beberapa aturan yang tidak dijalankan dalam usulan tersebut yang terkesan sepihak, atau tidak melibatkan perusahaan sektor unggulan selaku pihak yang harus dilibatkan dalam perumusan usulan UMSK,’’ kata Haris Kariming kepada wartawan di kantor Biro Humas Setdaprov Sulteng, Jumat (25/1/2019).

Dikatakan, saat ini Pemprov belum menetapkan UMSK Morowali karena masih adanya keberatan dari beberapa perusahaan atas kenaikan UMSK tersebut.

“Sementara saat pertemuan di ruang rapat Kantor Bupati Morowali, pada hari Kamis, 24 Januari, hanya dihadiri bupati, Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), serikat pekerja/serikat buruh. Mestinya pihak perusahaan harus diundang dan dimintai pendapat. Saat itu tidak ada dilibatkan pihak perusahaan,’’ ungkapnya..

 

Haris Kariming menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tahun 2018, tentang upah minimum, pasal 15 ayat (5) disampaikan bahwa, dalam hal terdapat sektor unggulan, dewan pengupahan  kabupaten/kota menyampaikan hasil kajian asosiasi pengusaha pada sektor dan serikat pekerja/serikat buruh di sektor yang bersangkutan untuk merundingkan.

 

Seperti yang tertuang dalan item  pertama, perusahaan yang masuk dalam kategori sektor unggulan yang bersangkutan, dan kedua nominal UMSK

 

Dalam surat Bupati Morowali nomor 848/1218/BUP-TND/XII/2018, tanggal 26 Desember 2018, perihal rekomendasi penetapan UMSK Morowali tahun 2019,  yang disampaikan kepada Gubernur Sulteng sangat jelas sekali bahwa perundingan yang dimaksud pasal tersebut diatas tidak dilakukan.

 

‘’Terbukti, PT IMIP yang merupakan perusahan sektor unggulan yang memiliki kerja yang cukup besar dan beberapa perusahaan lainnya di Morowali, memberi protes terhadap usul kenaikan 20 persen dari UMSK tahun 2018,’’ terang Haris Kariming.

 

Terkait penetapan usulan UMSK Morowali tahun 2019, merujuk pada pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI tahun 2018 tentang upah minimum, disampaikan bahwa, dalam hal perundingan yang tidak mencapai kesepakatan, Gubernur tidak dapat menetapkan UMSK.

 

Setelah pengembalian usulan penetapan UMSK kepada bupati, jika tidak ada kesepakatan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan perusahaan pada sektor unggulan tersebut, maka sesuai pasal 16 ayat (3) Peraturan Ketenagakerjaan RI Nomor 15 tahun 2018, ada dua cara yang bisa ditempuh.   

Bagi daerah yang belum ada UMSK tahun sebelumnya, maka diberlakukan sama dengan UMSK tahun berjalan. Sementara bagi daerah yang telah ada penetapan UMSK tahun sebelumnya, maka berlaku UMSK tahun sebelumnya .  

Diketahui, untuk kasus Kabupaten Morowali ini, UMSK untuk sektor pertambangan tahun 2018 sebesar Rp 2.902.600 dan UMK tahun 2019 sebesar Rp2.551.463.

Dengan demikian jika tidak ada kesepakatan dari hasil tripartit (perundingan) serikat pekerja/serikat buruh dengan pihak perusahaan, maka nilai UMSK yang berlakukan untuk tahun 2019 mestinya sama dengan nilai UMSK tahun 2018, yaitu sebesar Rp2.902.600, atau tidak ada kenaikan.

 

Terkait hal ini ungkap Haris Kariming, pemprov akan melakukan mediasi dengan mengundang Pemerintah Kabupaten Morowali dan para pihak, termasuk Dewan Pengupahan Provinsi untuk mencari solusi bersama. Direncanakan pertemuan tersebut akan dilaksanakan hari Senin, 28 Januari 2019, di kantor Dinas Nakertans Sulteng.

 

“Pemerintah akan berupaya mencarikan solusi terbaik untuk semua pihak,” tutur Haris Kariming.

 

Untuk itu katanya, atas nama masyarakat, Karo Humas Protokol meminta agar semua pihak termasuk para pekerja untuk tetap tenang dan bersabar. BOB

 

Pos terkait