Warga Laroue Tuntut Kadesnya Diberhentikan

Warga Desa Laroue Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali melakukan aksi demontrasi di halaman Kantor DPMDP3A Morowali, menuntut agar Kades Laroue diberhentikan, Senin (20/5/2024). FOTO: ISTI.

MOROWALI, MERCUSUAR – Puluhan warga Desa Laroue Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DPMDP3A) Kabupaten Morowali, Senin (20/5/2024).

Dalam tuntutannya, warga menginginkan agar Kepala Desa (Kades) Laroue, Samirudin untuk segera diberhentikan dari jabatannya, karena dianggap melanggar sumpah jabatan dengan melakukan tindakan semena-mena terhadap masyarakat.

“Kades Laroue secara diam-diam sudah bersekongkol dengan perusahaan, karena tanpa sepengetahuan kami alat berat sudah masuk, dan sudah membebaskan lahan 20 hektare dengan nilai Rp5 miliar, dan dananya tidak diketahui masyarakat,” ujar koordinator aksi lapangan, Darson.

Menurutnya, upaya warga yang menolak tambang batu gamping masuk ke wilayah Desa Laroue, menjadi sia-sia karena gerakan Kades.

“Dulu waktu sebelum terpilih, dia janji tidak akan memasukkan tambang. Tapi setelah terpilih malah sebaliknya. Saat warga tanya, dia menjawab itukan dulu waktu belum terpilih, sekarang sudah terpilih lain lagi,” tutur Darson.

Dalam aksi tersebut, warga menyebut masuknya alat berat bukan menjadi keinginan warga. Terdapat sekira 400 petisi dari warga yang menolak masuknya alat berat tambang. Namun, Kades tetap ingin jalan sendirian, tanpa dukungan mayoritas warga sekitar.

“Makanya kami melakukan aksi demonstrasi, karena kami merasa Kades sudah menyalahi jabatannya. Kami tidak ingin dia menyalahi wewenangnya lagi,” ucap Darson.

Ia menegaskan, warga menolak keras hadirnya tambang di Desa Laroue, karena diyakini hanya akan mendatangkan bencana alam, terutama banjir bandang.

“Desa Laroue diapit gunung, sedangkan warga sejak dulu berdiam di bawah pegunungan itu. Ada empat sungai di desa, itu akan terdampak. Bisa jadi akan meluap seperti yang terjadi di Desa Lahuafu,” tegasnya lagi.

Usai melakukan demonstrasi di DPMDP3A, warga melanjutkan aksinya di rumah jabatan (rujab) Bupati Morowali.

“Kami akan menuju rujab Bupati, walaupun beliau (Pj. Bupati Morowali, Rahmansyah Ismail) tidak ada di tempat, kami akan tetap mengupayakan bertemu,” ujar Darson.

Sementara itu, Kades Laroue, Samirudin ketika dikonfirmasi membantah menerima uang sebesar Rp5 miliar. Ia juga membantah telah membebaskan lahan seluas 20 hektare.

“Saya sudah menyatakan sikap itu di hadapan Asisten, Staf Ahli dan Kadis PMDP3A, bahwa saya tidak terlibat sebagaimana yang dituduhkan. Bahkan jika itu benar, saya katakan di depan mereka saya akan ajukan pengunduran diri,” ujar Samirudin.

Sebaliknya, kata Samirudin, saat ini dirinya sedang melaporkan dugaan pengancaman terhadap dirinya di Polres Morowali, yang terjadi di salah satu penginapan di Bungku Tengah. Ia mengaku diancam untuk segera berhenti jadi Kades.

“Soal karena saya penyebab turunnya alat berat di desa, saya tidak terlibat. Saya ini cuma bawahan. Saya bilang kalau memang itu perintah di atas, kami mau apa lagi,” ungkapnya.

Menurutnya, apa yang sedang terjadi di Desa Laroue diakibatkan kecumburuan sosial, sehingga muncul sikap iri hati. Selebihnya, ia menekankan dalam Peraturan Presiden, Kades hanya membuka ruang investasi seluas-luasnya bagi perusahaan yang ingin berinvestasi di desanya, dan tidak punya kewenangan menolak.

“Kecuali pemilik lahan tidak setuju lahannya diambil, Kepala Desa harus membantu masyarakat itu. Tapi kalau pemilik lahan setuju, harga mati Kades harus mengurus surat-suratnya,” tegas Samirudin. INT

Pos terkait