Bencana Hidrometeorologi Mengintai, Jangan Abai

Ilustrasi

BENCANA hidrometeorologi, saban tahun menjadi tamu yang rutin datang ke beberapa wilayah Indonesia, termasuk Sulawesi Tengah. Bencana seperti banjir, longsor, hingga angin puting beliung tanpa uluk salam, tiba-tiba datang menerjang. Bagi yang tidak gampang lupa, bencana hidrometeorologi biasanya datang berbarengan dengan cuaca ekstrem.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menekankan pentingnya respons cepat dari pemerintah daerah (Pemda) untuk menindaklanjuti peringatan dini cuaca ekstrem.

Beberapa hari belakangan hujan dengan intensitas amat lebat hingga ekstrem terjadi di sejumlah wilayah Sulawesi Tengah. Bahkan Kebun Kopi, jalur penghubung ke arah timur Sulawesi Tengah telah memberikan salam permulaan. Longsor sempat terjadi di jalan masuk dan menuju ibukota Palu.

Sekadar mengingatkan, betapa Sulawesi Tengah sangat rentan bencana hidrometeorologi, tahun 2024 terjadi 196 bencana. Bencana tersebut didominasi bencana hidrometeorologi.

Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Tengah, kejadian bencana pada tahun 2024 mengalami peningkatan sebesar 75 persen dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 111 kejadian.

Dari 196 kejadian bencana alam pada 2024, banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi dengan 147 kejadian. Kemudian 11 puting beliung, dua kali banjir rob, 12 tanah longsor, sembilan banjir dan tanah longsor, serta dua kali banjir bandang.

BPBD Sulteng mencatat selama tahun 2024 terdapat empat orang meninggal dunia, dua orang luka, 29.751 orang terdampak, dan 1.589 orang mengungsi akibat bencana. Selain itu terdapat juga kerusakan rumah dan beberapa fasilitas umum. Sebanyak 804 rumah mengalami kerusakan dengan rincian 173 rumah rusak berat, 255 rumah rusak sedang, dan 376 rumah rusak ringan.

Bencana juga merusak  56 sarana pendidikan, 39 sarana ibadah,14 sarana kesehatan, 25 fasilitas perkantoran, 19 jembatan, 1.690 hektare persawahan, dan 466 hektare lahan perkebunan.

Meski BMKG sudah secara aktif memberikan informasi terkini, tetapi kesiapan daerah dalam merespons peringatan dini masih perlu ditingkatkan untuk mengurangi dampak bencana yang bisa mengancam keselamatan masyarakat.

Sesungguhnya peran serta dalam mitigasi bencana amat krusial, khususnya untuk memastikan setiap peringatan dini BMKG ditindaklanjuti dengan langkah antisipatif di lapangan. Peringatan dini BMKG bukan sekadar informasi, melainkan juga seruan untuk tindakan nyata. Kecepatan serta kesiapan merespons peringatan dini cuaca ekstrem amat menentukan upaya mitigasi risiko, baik dari segi korban jiwa ataupun kerugian material.

BMKG terus menyampaikan peringatan dini cuaca ekstrem melalui berbagai kanal komunikasi resmi, termasuk website, aplikasi mobile, sms blasting, dan media sosial BMKG. Namun, efektivitas peringatan dini ini sangat bergantung pada kesiapan daerah dalam meresponsnya dengan langkah konkret.

Perlu koordinasi yang lebih erat antara Pemda dengan masyarakat untuk meminimalkan risiko bencana hidrometeorologi lebih cepat dan sistem peringatan dini bisa diterjemahkan ke dalam mitigasi yang efektif.

Bukan hanya pemerintah, masyarakat juga diharapkan lebih aktif mengakses informasi cuaca dari kanal resmi BMKG agar bisa mengambil langkah-langkah pencegahan lebih awal. Melalui kolaborasi yang erat antara Pemda, BMKG, dan masyarakat, maka diharapkan dampak bencana hidrometeorologi akibat cuaca ekstrem dapat diminimalkan. */TMU

Pos terkait