Mabes Polri Turunkan Tim

Dedi Prasetyo-55e682de
FOTO: Dedi Prasetyo

JAKARTA, MERCUSUAR – Markas Besar (Mabes) Polri menurunkan tim dari Divisi Propam dan Divisi Humas untuk membantu Divisi Propam Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) mengungkap peristiwa unjuk rasa yang menewaskan satu warga di Kabupaten Parigi Moutong (Parmout).

“Hari ini sesuai perintah Bapak Kapolri, memerintah satu tim dari Divisi Propam juga dibackup dari Divisi Humas Polri untuk langsung berangkat ke Sulteng dan Parigi Moutong,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Senin (14/2/2022).

Dijelaskannya, pelibatan tim dari Mabes Polri dalam rangka membantu Divisi Propam Polda Sulteng dan tim yang sudah dibentuk oleh Kapolda Sulteng untuk mengungkap peristiwa tersebut hingga tuntas.

Menurut dia, tim awal untuk mengungkap kasus tersebut telah dibentuk terdiri atas Direktorat Kriminal Umum, Inafis, tim Laboratorium Forensik dari Polda Sulteng. “Komitmen pimpinan Polri sangat jelas, kami akan menindak secara tegas terhadap siapapun anggota yang terbukti bersalah dalam peristiwa yang terjadi di Parigi Moutong tersebut,” katanya.

Dia menegaskan bahwa Polri bergerak cepat untuk mengungkap kasus tersebut dan menuntaskannya. “Secepatnya, perintah pimpinan Polri untuk kasus itu diungkap setuntas-tuntasnya,” tegas Dedi.

Dalam proses pembuktiannya, sambung Dedi, Tim Lapfor Polda Sulteng dihadirkan dan juga hasilnya akan dipantau dan diawasi serta dimonitor Propam serta Humas Polri.

Dia juga mengatakan dalam pembuktian tersebut, Polri akan transparan menyampaikan hasil pembuktian secara ilmiah kepada masyarakat. “Kami tidak boleh berandai-andai, Polisi juga dalam hal melakukan penegakan hukum secara internal dan juga tidak berandai-andai,” sebutnya.

Polri, kata dia, bekerja sesuai fakta dan bukti hukum yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan proses pembuktian juga dilakukan secara ilmiah.

Ditekankannya, hasil pembuktian akan disampaikan langsung oleh Kapolda Sulteng, dan siapapun anggota Polri yang bersalah akan ditindak secara tegas. “Siapapun anggota yang bersalah, sekali lagi komitmen kami akan kami tindak tegas,” tandasnya.

Ia menambahkan, peristiwa di Parmout saat pembubaran aksi massa yang menutup ruas jalan Trans Sulawesi yang menghubungkan Provinsi Sulteng, Gorontalo dan Provinsi Sulawesi Utara kurang lebih selama 10 jam, dan kejadian tersebut dilakukan bukan hanya sekali, namun sudah berulang kali.

Sebab sudah berulang, Polri dalam bertindak telah melakukan tahapan-tahapan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP), mulai dari preemtif, preventif, hingga penegakan hukum. “Karena ini kejadian sudah dilakukan beberapa kali mulai dari kegiatan-kegiatan preemtif itu sudah dilakukan pihak Polres Parigi Moutong, kemudian tahapan-tahapan preventif itu pun sudah dilakukan,” ujarnya.

“Kami mencoba untuk melakukan mediasi, dialog, terus kami lakukan. Upaya-upaya penegakan hukum terus kami lakukan dalam rangka menjaga situasi Sulteng tetap kondusif. Karena arus lalu lintas menjadi moda ekonomi di Sulteng tidak boleh terganggu, karena itu moda ekonomi dari Sulteng, Gorontalo dan juga Manado,” sambung Dedi.

Dia juga menyampaikan ucapan belasungkawa atas peristiwa tersebut yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. “Kejadian Sulawesi Tengah, khususnya Parigi Moutong. Pertama kali, saya mengucapkan belangsungkawa yang sedalam-dalamnya atas kejadian tersebut. Kami semuanya mendoakan semoga arwah almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT,” kata Dedi.

17 POLISI DIPERIKSA 

Propam Polda Sulteng melakukan pemeriksaan internal terhadap 17 personel Polres Parmout, serta 15 pucuk senjata api (Senpi), terkait insiden tewasnya seorang warga Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, Erfaldi (21), yang tertembak pada pembubaran pemblokiran jalan di Desa Sinei, Sabtu (12/2/2022). 

“15 pucuk Senpi itu ialah yang di gunakan pada saat pengamanan pembubaran aksi unjuk rasa Aliansi Rakyat Tani (ARTI) Koalisi Tolak Tambang (KTT) di Desa Khatulistiwa, Kecamatan Tinombo Selatan,” ujar Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didik Supranoto dihadapan Media di Parigi, Senin (14/2/2022). 

Dijelaskan, 17 personel Polres Parmout serta 15 pucuk senpi yang diamankan, telah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Propam Polda Sulteng guna memastikan tewasnya Erfaldi.

Ke 15 pucuk senpi yang diamankan itu akan dicocokan melalui uji balistik, untuk mencocokan proyektil yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP). 

Dia mengungkapkan bahwa terkait kejadian Sabtu (12/2/2022) sampai Minggu dini hari (13/2/2022) itu, Kepolisian telah membentuk tim terdiri dari Propam, Itwasda, Krimum serta back up dari Laboratorium Forensik (Labfor) Makassar.

“Sekarang tim Labfor Polda Sulteng sedang melakukan olah TKP di lokasi kejadian, dan kemudian dilanjutkan dengan uji balistik,”  jelasnya.

Nantinya, perkembangan hasil uji balistik itu, kata dia, bila ada yang cocok dengan 15 pucuk senpi tersebut, maka akan dilakukan gelar perkara untuk memastikan pelakunya.

Pada kesempatan itu, ia juga mengimbau bagi rekan-rekan dan seluruh masyarakat pada umumnya, agar tetap tenang. Sebab permasalahan itu masih dalam proses penanganan Kepolisian. 

“Berikan kepercayaan kepada Polisi untuk memproses hal ini. Kepolisian akan bertindak profesional. Olehnya masyarakat tidak  boleh terprovokasi terkait hal-hal negatif, yang banyak beredar,” tutupnya. 

59 WARGA DIPULANGKAN

Sebanyak 59 warga yang diamankan karena terlibat aksi unjuk rasa penolakan kegiatan tambang PT Trio Kencana di Kabupaten Parmout, telah dipulangkan kepada keluarganya.

Mereka yang berstatus sebagai saksi tersebut dipulangkan usai pemeriksaan pada hari Minggu (13/2/2022) pagi.

“59 warga masyarakat yang diamankan oleh kepolisian sudah dikembalikan ke keluarganya,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo di Jakarta, Senin(14/2/2022).

Dalam peristiwa pembubaran unjuk rasa itu, menewaskan seorang warga sipil Desa Tanda, Kecamatan Tinombo Selatan, Erfaldi (21), yang diduga akibat luka tembak.

Untuk membuktikan penyebab kematian korban, Polri melakukan uji balistik terhadap senjata anggota yang melakukan pengamanan aksi unjuk rasa pada saat insiden terjadi. “Dugaan sementara adalah luka tembak, ini nanti akan dibuktikan Tim Labfor, akan diuji balistik beberapa senjata yang nanti akan disampaikan Kapolda Sulawesi Tengah, sudah diamankan, nanti akan diuji balistik siapa pelakunya pasti akan teridentifikasi,” ujar Dedi.

Dalam pengamanan unjuk rasa, kata Dedi, anggota Polri tidak boleh membawa senjata api peluru tajam, sesuai SOP penanganan unjuk rasa, seperti pada tahun 2018 dan 2019.

Menurut dia, Polri membentuk Tim Antianarkis yang berada di tingkat Polres ataupun Polda. Tim tersebut bisa bergerak atas perintah kapolda sesuai dengan tahapan yang terjadi.

Ada tahapan yang dilakukan, pada zona hijau atau masih zona damai, berbeda bila sudah masuk zona kuning yang eskalasi sudah meningkat.

Selanjutnya zona merah, sudah ada korban jiwa dari masyarakat, aparat, dan ada tindakan anarkis, seperti pembakaran fasilitas umum dan properti. Kalau terjadi peningkatan kejahatan, baru tim antianarkis diturunkan. “Pelibatan tim antianarkis pun ada tahapan-tahapannya, sudah ditentukan,” ujar Dedi.

Terkait dengan situasi di Parmout, dai menyebutkan Kapolda Sulteng lebih mengetahui situasi di lokasi terkait dengan perlawanan dan pelemparan dari pengunjuk rasa.

Dedi mengatakan bahwa Polda Sulteng sudah melakukan negosiasi. Namun, karena aksi sejak pukul 11.00 sampai 00.30 Wita, Satuan Dalmas, Sabhara dan Brimob harus membubarkan secara paksa dengan menggunakan tembakan gas air mata dan water cannon.

Dalam kebebasan penyampaian pendapat di muka umum, kata dia, harus sejalan dengan UU Nomor: 9 Tahun 1998. Dalam UU itu sifatnya tidak absolut tetapi limitatif. “Pasal 6 menjadi kewajiban semua warga negara untuk menyampaikan kemerdekaan pendapat di muka umum,” katanya.

Aturan tersebut menjelaskan bahwa semua warga negara wajib menaati dan memperhatikan hak-hak orang lain. Setiap warga negara wajib menaati norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Selain itu, setiap warga negara wajib menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku; setiap warga negara wajib menjaga keamanan dan ketertiban umum; setiap warga negara wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. “Nah, ini hal yang tidak bisa dilanggar. Maka, upaya kepolisian harus melakukan tindakan tegas,” kata Dedi. TIA/ANT

Pos terkait