TANAMODINDI, MERCUSUAR – Kenaikan pajak untuk produk tambang galian C atau pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dari Rp12,5 persen/rit/kubikasi yang ditarik Badan Pendapatan (Bapenda) Kota Palu mengalami kenaikan pendapatan pajak Pemerintah Kota (Pemkot) Palu dari Target Rp 17.500.000.000 tercapai Rp19.115,208,388 pada tahun 2021 kemarin. Melihat potensi kenaikan realisasi pajak ini setiap tahunnya, target tahun 2022 dinaikan menjadi Rp20,500.000,000 Miliar.
Kepala Bapenda Irma Alkaf mengatakan, melihat tren-tren penerimaan dari pencapaian kemarin/tahun lalu yang melebihi target Rp17,500,000,000, Bapenda optimas dapat mencapai target sebesar Rp20,500,000,000.
Irma mengatakan, Bapenda memperoleh pendapatan dari pajak galian C bervariasi setiap bulannya. Diperkirakan, capaian pendapatan pajak galian C setiap bulan rata-rata mencapai Rp2,508,363,938 pada bulan Desember, sebelumnya hanya Rp1,759,224,577.
Dia menjelaskan penarikan pajak galian C dilakukan melalui pemilik izin usaha pertambangan (IUP) dari setiap pembelian material galian C. Di Palu, saat ini ada sekitar 23 pengusaha pemegang IUP dan IUP khusus, namun yang masih beroperasi dan berproduksi sehingga dapat ditarik pajaknya, hanya 18 perusahaan.
“Jadi pembayaran pajak dari pengusaha tidak setiap hari. Kadang ada yang dikumpulkan selama beberapa hari kemudian dibayarkan secara non-tunai ke Pemkot, berdasarkan aktivitas, kandang juga mereka membayar setelah dua -tigal kali pengkutan,namun tidak ada lagi yang menunggak,” rekanya
Secara keseluruhan pendapatan pajak daerah dari 11 item jenis pajak yang ditangani Bapenda, dengan target pada tahun 2021 Rp111,311,000,000 realisasi pencapaian sebesar Rp126,922,420,31 atau 114 persen.
IUP Cacat Hukum
Ombudsman RI Perwakilan Sulteng sebelumnya, telah menyarankan Polda Sulteng untuk melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana lingkungan serta aktivitas penambangan di luar wilayah IUP, yang dilakukan sejumlah perusahaan Galian C di sepanjang poros Palu-Donggala.
Saran dimaksud berdasarkan kajian Rapid Asessment berupa investigasi lapangan, klarifikasi, koordinasi dengan pemerintah Kota Palu dan Donggala, serta Pemerintah Sulteng. Kajian ini sebagai tindaklanjut laporan masyarakat yang diterima Ombudsman.
Berdasarkan itu, Ombudsman menemukan indikasi maladministrasi dalam tata kelola pertambangan mineral bukan logam dan batuan di Kota Palu dan Kabupaten Donggala, yang dilakukan pemerintah setempat.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulteng, Sofyan Farid Lembah mengungkapkan, beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas, tidak sesuai dengan lokasi dari titik koordinat yang ditentukan.
Bahkan ada perusahaan yang titik koordinatnya hingga ke laut. Hal ini diduga karena adanya izin yang dikeluarkan asal-asalan atau disengaja, sehingga berpeluang terjadinya reklamasi.
“Melihat kondisi ini, di mana titik koordinat IUP yang berada hingga ke laut dan bahkan di badan jalan, artinya IUP itu cacat hukum,” kata Sofyan.
Menurutnya, perilaku itu merupakan perbuatan maladministrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia. Tak hanya itu, pemerintah provinsi hingga Pemerintah Kota Palu, tidak maksimal dalam melaksanakan kewajiban pengawasan dalam pengelolaan di lingkungan pertambangan. ABS/TIN