Suap Casis 4,4 Miliar, Briptu D Disidang Etik Sendirian

Kompol-Sugeng-Lestari-fad5dd02

PALU, MERCUSUAR – Kasus dugaan suap 4,4 Miliar yang melibatkan anggota Kepolisian Daerah Sulteng  berinisial Briptu D, segera disidangkan. Briptu D, akan menjalani sidang  pelanggaran kode etik profesi Polri.

Hal ini diungkapkan Kasubbid Penmas, Bid Humas Polda Sulteng, Kompol Sugeng Lestari, Rabu (14/9/2022). 

Kasus dugaan suap saat penerimaan anggota Polri  gelombang kedua tahun 2022 di Polda Sulteng itu,  telah  memeriksa sebanyak 38 orang saksi. Puluhan saksi sudah masuk dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

“ 38  saksi sudah di BAP. Berkas kasus 4,4 Miliar sudah  selesai semuanya, selanjutnya minta saran hukum ke Bidang Hukum Polda Sulteng. Setelah diterima saran hukum secepatnya perkaranya akan disidangkan,”jelasnya. 

Sugeng menambahkan, dalam dugaan suap 4,4 miliar  itu, hanya melibatkan  Briptu D seorang diri.

“Cuma Briptu D,”singkat Sugeng.

Sebelumnya, Briptu D diduga terlibat kasus suap dari puluhan Calon Siswa (Casis) Bintara Polri Gelombang ke dua pada penerimaan Polisi di Polda Sulteng tahun 2022.  Briptu D ditangkap beserta uang sekira Rp 4,4 Miliar di  mobilnya.  Uang itu diduga hasil suap dari 18 Casis Polri. 

 Akibatnya, 18 Casis  itu digugurkan karena melanggar pakta integritas sementara Briptu D akan menjalani sidang pelanggaran kode etik profesi. 

Sementara itu, pihak kepolisian menyebut uang miliaran rupiah hasil suap dari 18 casis itu, sudah dikembalikan kepada orang tua casis yang terlibat. 

 

DIDUGA ADA SINDIKAT

Sementara itu Ombudsman Sulteng menduga ada sindikat dalam kasus itu dan meminta polisi membuktikan ‘Presisinya’.

Kepala Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tengah, Sofyan Farid Lembah meminta penyelidikan kasus ini dilakukan dengan tegas dan transparan karena bukan pertama kali terjadi. Sanksi yang diberikan kepada pelaku bukan hanya atas karena pelanggaran disiplin dan kode etik, melainkan juga pidana.

Sofyan menyebut temuan suap Rp4 miliar untuk menjadi polisi itu mengindikasikan adanya sindikat penerimaan casis di Polda Sulteng yang harus dibongkar demi nama baik kepolisian.

“Suap Rp4 miliar tak mungkinlah hanya dimakan sendiri oleh seorang Briptu. Atasan 2 tingkat di atasnya juga harus diperiksa terutama pejabat yang bertanggung jawab atas proses rekrutmen. Kepercayaan masyarakat jadi taruhannya. Mana itu polisi Presisi?” Sofyan menegaskan. 

 

PIDANA

Berkaitan dengan keterlibatan Bripda D pada kasus dugaan suap dari puluhan Calon Siswa (Casis) Bintara Polri gelombang ke dua, pada penerimaan polisi di Polda Sulteng tahun 2022, advokat Edmond Leonardo Siahaan mengyatakan, Briptu D dan jaringan calonya harus dikenakan Pasal 12 huruf A Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Kemudian menurut Edmond, proses hukum yang seharusnya berjalan cepat, dinilai terasa sangat lambat. Penangkapan Bripda D yang dilakukan pada 28 Juli 2022 lalu, hanya sampai di perkara Kode Etik. Menurutnya, sangat disayangkan, sampai dengan 17 Agustus 2022, tepat peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia, sidang Kode Etik pun belum digelar.

Dirinya juga mengaku tidak percaya, Briptu D ini bekerja sendirian, dalam tindak pidana korupsi suap Casis Polri Gelombang II Tahun Anggaran 2022 ini. Menurutnya, bagaimana mungkin seorang D yang hanya berpangkat Briptu, bisa bekerja sendirian.

Menurutnya, apabila Polda Sulteng mau sungguh-sungguh memberantas calo, praktek suap dan tindak pidana korupsi suap ini, maka harus membongkar jaringan calo Briptu D ini, sekalipun itu melibatkan banyak Perwira Menengah atau Perwira Tinggi.

“Inilah saatnya Polda Sulteng bersih-bersih diri, agar lebih profesional ke depannya dalam penerimaan dan perekrutan Casis Polri, bukan dengan terburu-buru menyimpulkan bahwa Briptu D bekerja sendirian,” ujarnya.

Lanjut Edmond, suap bukanlah pelanggaran Kode Etik, tapi gratifikasi. Suap merupakan tindak pidana korupsi, apalagi dilakukan oleh seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, sesuai dengan Pasal 12 ayat 1 dan 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). IKI

 

Pos terkait