PALU, MERCUSUAR – Realisasi inflasi gabungan dua kota inflasi di Sulawesi Tengah (Sulteng) pada tahun 2021 tercatat sebesar 2,20% (yoy). Pencapaian ini sesuai dengan target inflasi tahunan nasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dengan berkordinasi dengan Bank Indonesia yaitu berada pada 3,0 ± 1% (yoy). Hal ini terjadi di kedua kota inflasi baik Kota Palu yang mencapai 2,14% (yoy) maupun Kota Luwuk yang mencapai 2,48% (yoy).
Kepala Bank Indonesia (BI) Sulteng, Abdul Majid Ikram menjelaskan, diharapkan melalui pencapaian inflasi yang rendah dan stabil ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian masih terdapat beberapa komoditas yang perlu menjadi perhatian.
Berdasarkan kelompok inflasi, pada Desember 2021 tekanan inflasi tahunan paling besar terjadi pada kelompok Administered Price yaitu sebesar 4,48% (yoy) dengan andil sebesar 0,73% (yoy) diikuti oleh kelompok Volatile Food sebesar 3,01% (yoy) dengan andil 0,53% (yoy) serta kelompok inflasi inti yang mengalami inflasi sebesar 1,43% (yoy) dengan andil 0,95% (yoy).
Tekanan pada kelompok Administered Price tersebut bersumber dari komoditas angkutan udara yang mengalami inflasi sebesar 20,41%(yoy) dengan andil sebesar 0,46% (yoy), serta komoditas bahan bakar rumah tangga dengan inflasi sebesar 5,57% (yoy) dan andil sebesar 0,12% (yoy). Inflasi pada komoditas angkutan udara terjadi seiring dengan peningkatan permintaan saat berlangsungnya libur dan perayaan Hari Raya Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 serta pembatalan penerapan PPKM.
“Sedangkan peningkatan inflasi pada komoditas bahan bakar rumah tangga khususnya LPG terjadi seiring dengan peningkatan harga minyak mentah secara global,” ujarnya.
Di sisi lain pada kelompok Volatile Food, inflasi bersumber dari komoditas minyak goreng yang mengalami inflasi sebesar 27,13% (yoy) dengan andil sebesar 0,26% (yoy) serta cabai rawit yang mengalami inflasi yang cukup tinggi sebesar 44,59% (yoy) dengan andil sebesar 0,18% (yoy). Adapun peningkatan harga minyak goreng di sepanjang semester II tahun 2021 merupakan dampak dari peningkatan harga CPO yang terjadi secara global.
Di sisi lain, kenaikan harga cabai rawit di dorong oleh penurunan pasokan di pasar lokal karena penurunan produksi akibat tingginya curah hujan serta adanya pengiriman keluar daerah Sulteng. Pengiriman keluar daerah dipicu tingginya disparitas harga di daerah lain seperti Manado, Gorontalo dan Samarinda.
Pada sepanjang tahun 2021, inflasi di Sulawesi Tengah cenderung rendah dibawah target tahunan inflasi nasional. Hal ini disebabkan oleh rendahnya permintaan masyarakat yang dipengaruhi oleh penerapan PPKM.
“Namun seiring dengan pemulihan nasional dan daerah yang didukung oleh perluasan distribusi vaksin COVID-19 serta pelonggaran PPKM di Sulawesi Tengah, maka mobilitas masyarakat kembali meningkat yang disertai dengan peningkatan permintaan,” jelasnya.
Peningkatan permintaan mendorong inflasi sesuai dengan target sekaligus mendorong geliat ekonomi Sulawesi Tengah. Selain itu pada tahun 2021, progres perbaikan tahap I dari irigasi gumbasa juga telah rampung dan membuat 1.000 ha lahan pertanian kembali dapat ditanami. Diharapkan percepatan perbaikan saluran irigasi Gumbasa yang rusak akibat bencana pada tahun 2018 dapat terlaksana sehingga mampu meningkatkan produktivitas pertanian Sulawesi Tengah khususnya Sigi dapat kembali optimal.
Dalam menjaga pencapaian inflasi yang rendah dan terkendali pada tahun 2022, diperlukan kerjasama oleh Pemerintah dan Bank Indonesia dalam wadah Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) khususnya dalam optimalisasi program kerja dalam meningkatkan produktivitas dan mengatur pola tanam demi memastikan ketersediaan pasokan volatile food yang cukup dengan harga yang stabil. Hal ini diantaranya dapat dilakukan dengan mendorong pemanfaatan lahan pekarangan masyarakat untuk membudidayakan hortikultura yang memiliki volatilitas dan andil yang tinggi pada inflasi di Sulteng.
Melalui pemanfaatan lahan pekarangan, pasokan hortikultura dapat bertambah di masyarakat sehingga permintaan di pasar dapat terkendali. Diperlukan pula upaya dalam mengurangi ketergantungan ketersediaan ikan laut terhadap kondisi cuaca yang dapat dilakukan melalui pembangunan cold storage.RES