JAKARTA, MERCUSUAR – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meluncurkan Batik Sawit Nusantara. Tidak hanya menggunakan malam atau lilin yang berasal dari minyak kelapa sawit, motif Batik Sawit Nusantara juga menonjolkan filosofi dan kekayaan alam serta seni budaya Indonesia.
“Ini inovasi luar biasa,” kata Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI pada saat konferensi pers secara virtual (18/10). Sebab, menurutnya, selama ini kita semua sudah terbiasa dengan batik. Fenomena Batik Sawit Nusantara ini menjadi luar biasa karya ini membuktikan bahwa kita tidak saja bangga dan cinta kepada batik tapi juga berusaha untuk mengembangkan batik dan menjadikan batik ini berkelanjutan. “Tentu akan sangat indah kalau di kemudian hari industri sawit bisa mengarah pada upaya mendorong batik yang berkelanjutan,” lanjutnya sambil menyinggung tuntutan global yang serba green.
Diantara 100 produk turunan kelapa sawit, hasil kajian dan penelitian ilmiah memastikan bahwa minyak kelapa sawit dapat dijadikan malam atau lilin untuk membatik. Bahkan kualitasnya jauh lebih baik dibanding paraffin yang biasa digunakan.
Berbeda dengan batik yang dikenal sebelumnya, lilin untuk membuat Batik Sawit Nusantara memang menggunakan turunan produk minyak kelapa sawit. Hasil riset yang dilakukan GAPKI bekerja sama dengan BPPT, fraksi padat minyak kelapa sawit yang disebut stearin dapat digunakan sebagai lilin batik. Hasil pewarnaan pun lebih tajam dan cerah. Lilin atau malam dari turunan sawit ini dinamakan Bio- Paraffin Substitute (Bio-Pas).
“Dengan kita membuat inovasi, mensubsititusi, ini menjadi kepentingan besar buat republik ini karena kita dapat mengurangi impor minyak untuk membuat paraffin,” kata Joko Supriyono yang mengistilahkan
karya ini sebagai “Sustainable Batik”.
Fenomena “Sustainable Batik” ini tidak terlepas dari dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Direktur BPDPKS, Eddy Abdurrahman, sangat mengapresiasi kolaborasi sehingga terciptanya Batik Sawit Nasional. Bahkan, seperti diuraikan dalam sambutan yang dibacakan Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari, karya-karya kolaborasi itu sudah diserahkan kepada Presiden, Wakil Presiden beserta para menteri dan pejabat negara. Batik Ciptadira diserahkan kepada Presiden Jokowi, sedangkan Panca Jagat diserahkan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
“Diharapkan akan tercipta kesadaran manfaat kelapa sawit dan membangun citra pemanfaatan produk kelapa sawit,” katanya.
Selain penyerahan batik kepada para pejabat negara, dalam rangka membangun kesadaran tentang manfaat kelapa sawit BPDPKS sendiri sudah melakukan serangkaian program edukasi. Terkait Batik Sawit Nusantara, misalnya, lembaga ini sudah menggelar serangkaian kegiatan sosialisasi dan
workshop yang melibatkan UKM perajin batik di lima kota besar, seperti Jogjakarta, Surabaya, Cirebon, Solo dan Semarang.
Doa untuk Indonesia
Batik Sawit Nusantara memiliki dua motif, yaitu Batik Cipta Dira dan Batik Panca Jagat. Ciptadira diadaptasi dari bahasa Sansekerta melambangkan gabungan kreasi dan makna kebijakan. Kata “dira” sendiri juga merupakan singkatan dari Indonesia Raya. Nama Ciptadira menjadi simbol harapan sebuah kebijaksanaan dalam menjaga kepercayaan dan kemuliaan yang diamanatkan pada para pemimpin.
Sedangkan Panca Jagat melambangkan 4 elemen dasar alam (api, udara, tanah dan air) dengan 1 ruang
dimensi alam semesta yang merupakan unsur-unsur kehidupan. Dalam motif ini tampak gambar Kujang dan tanduk rusa, sebagai simbol bahwa ide sarat makna ini berawal dari Bogor, kota pertama tempat kelapa sawit ditanam di Indonesia.
“Batik Sawit Nusantara ini merupakan rancangan hasil kolaborasi lintas generasi,” kata Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum GAPKI yang juga bertindak sebagai penggagas ide. Yang tidak kalah menarik, tim perancang juga diperkuat desainer-desainer milenial yang sudah banyak berkarya di dunia kreatif, yaitu Herdiyanto dan Syihan Rama Santosa. Dari sisi teknik membatik, tergabung dalam tim ini seorang pembatik berpengalaman bernama Wirasno. Sedangkan riset, Batik Sawit Nusantara diperkuat profesional peneliti BPPT yaitu Indra Budi Susetyo.
Menurut Togar Sitanggang, ide awal perancangan Batik Sawit Nusantara ini dilandasi pemikiran bahwa upaya memperkenalkan manfaat kelapa sawit tidak cukup melalui kegiatan sosialisasi. Perlu upaya yang lebih nyata agar kontribusi positif industri ini lebih dirasakan masyarakat luas. Dalam konteks hilirisasi produk misalnya, bagaimana kelapa sawit dapat mendorong industri lain. Dari diskusi dan kajian yang dilakukan, digagaslah ide membuat batik yang bahannya berasal dari produk turunan kelapa sawit.
Bagi dua desainer muda bernama Herdiyanto dan Syihan Rama Santosa, kepercayaan untuk mendesain Batik Sawit Nusantara ini juga dilandasi kesadaran bahwa kelapa sawit menjadi salah satu kekayaan alam Indonesia. Karena itu, menurutnya, salah satu semangat yang ada di balik filosofi konsep desain Ciptadira maupun Panca Jagat adalah doa untuk kemajuan Indonesia. “Saya membayangkan empu- empu membatik. Mereka punya rasa, hati dan Tuhan. Jadi, ini (batik) merupakan sebuah pengharapan yang kami mohonkan kepada Tuhan,” katanya.
Sebagai pengrajin yang sudah 20 tahun berkecimpung di industri batik, Wirasno merasa lega karena semangat para pelaku kelapa sawit dalam mendukung industri batik, hasil penelitian BPPT, design dua motif batik yang sarat nilai dan makna pada akhirnya dapat diluncurkan ke tengah publik. Ia mengaku kepercayaan untuk mewujudkan tugas tersebut dalam bentuk produk kain hingga jahitan baju bukanlah pekerjaan mudah. “Alhamdulillah, semua bisa diselesaikan dengan baik pada waktu yang tepat. Semoga lilin atau malam kelapa sawit ini bisa memberikan kontribusi bagi pengrajin batik,” kata Wirasno. **