JAKARTA, MERCUSUAR – Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Sudirman Sulaiman, dan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Ali Mazi kompak menolak memperpanjang kontrak karya (KK) PT Vale yang berakhir tahun 2025 nanti.
Ketiga gubernur itu menyampaikan penolakannya ke Panitia Kerja (Panja) Komisi VI DPR, Kamis (8/9).
Di Sulsel lahan PT Vale diperkirakan 90-120 ribu hektare. Di Sulteng sisa lahan 22,5 ribu hektare (dilepas 36 ribuan hektare). Sedangkan di Sultra lahan PT Vale belum diketahui.
Gubernur Sulteng Rusdy Mastura menolak perpanjangan PT Vale bila tidak menyepakati beberapa hal. Salah satunya, membagi lahan kepada perusahaan daerah. Sudah waktunya, daerah penghasil juga menjadi daerah penikmat hasil sumber daya alamnya.
Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman dengan tegas juga mengatakan menolak adanya perpanjangan KK perusahaan itu menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Menurutnya, sepanjang sejarah Vale Indonesia, khususnya di Sulawesi, ia mencatat belum pernah ada masyarakat dari wilayahnya yang menjadi top level management di perusahaan pertambangan nikel tersebut.
“Jangankan menjadi management, Perusahaan Daerah (Perusda) wilayah Sulsel juga tidak boleh melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar untk aktivitas pertambangan Vale tersebut,” katanya.
Oleh karena itu, ia menyayangkan sikap perusahaan Vale Indonesia atas daerahnya. Sebab, kontribusi terhadap Sulsel juga tidak terlalu besar atau dalam setahun mencapai Rp 200 miliar.
“Tidak ada perpanjangan untuk mereka. Kalau langsung dikasih perpanjangan 35 tahun berat kami, karena ketika salah jalur saat tidak punya finansial bagus untuk kelolanya 35 tahun menjadi penderitaan bagi kami. Kalau Freeport bisa dilepas (ke Pemprov/Pemda), kenapa ini tidak? kenapa tidak diserahkan ke pemerintah kami,” katanya pada rapat dengan Panja Komisi VI DPR, Kamis (8/9/2022). Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan bahwa PT Vale Indonesia saat ini menyewa konsesi lahan pertambangan sekitar 70 ribu hektare di Sulawesi Selatan. Namun demikian, sewa yang diberikan kepada pemerintah daerah atas luasan lahan 70 ribu hektare tersebut sangatlah kecil. Ia mengaku bahwa pendapatan pemerintah provinsi dari sewa lahan PT Vale tidak sepadan, pasalnya pemerintah daerah hanya mendapatkan Rp 1,3 miliar per tahunnya. “Untuk menyewa Rp 1,3 miliar ini Rp 60.000 per hektar. Kalau dikali sekarang, sewa lahan itu normalnya untuk Petani kalau BUMN menyewakan kepada petani di sana Rp 1,7 juta per hektare, kalau sesama petani Rp 5-10 juta per hektare. Kalau menguasai 70.000 hektare ini bisa sampai Rp 400 miliar per tahun sewa saja, kalau nyewa gak nyentuh apa cuma menanam. Kalau jual tanah air beda lagi,” ujarnya. |
Terkait dengan itu, pihaknya sudah mengajukan surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berkenaan dengan kesiapan administratif dan finansial perusahaan dari BUMD Provinsi Sulsel untuk siap menjadi pemilik izin WIUPK eksplorasi tambang Vale Indonesia.
“Atas desakan seluruh stakeholders bersama masyarakat sekitar untuk menjadikan keharusan kuasa pertambangan wilayah Sulsel dipegang penuh oleh pemeirntah BUMD Sulsel dengan pertimbangan beberapa hal,” tandas dia.
Ada beberapa pertimbangan di antranya:
Pertama, isu lingkungan menjadi beban tersendiri bagi Pemda yang tidak dapat mengontrol langsung sistem kekayaan alam oleh kuasa pertambangan.
Kedua, monopoli konsesi pihak ketiga perlambatan pemanfaatan potensi SDA yang berimplikasi pada perlambatan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan penanganan kemiskinan ekstrim.
“Kami pernah menjadi sorotan juga terkait beberapa desa yang menjadi wilayah ekstrim ini termasuk di Luwu Raya sebelum ada pemecahan wilayah pertambangan ini,” ungkap dia.
Ketiga, BUMD Provinsi Sulsel menunggu penyampaian syarat penawaran WIUPK secara prioritas oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) atas nama Pemerintah Pusat.CNCB
Vale Belum Ajukan Perpanjangan KK
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa PT Vale Indonesia hingga kini belum mengajukan perpanjangan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Adapun kontrak karya tersebut akan habis pada 2025 mendatang.
Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, M. Idris. F. Sihite mengatakan bahwa PT Vale Indonesia sejauh ini belum mengajukan perpanjangan kontrak. Namun demikian, pemerintah mempunyai tenggat waktu atas pengajuan perpanjangan tersebut.
“Vale belum mengajukan kan habis 2025. Ketentuan paling cepat ngajuin itu 5 tahun (sebelum kontrak berakhir), minimum paling lambat 1 tahun harus ngajuin,” ujarnya di Gedung DPR RI, Kamis (8/9/2022).
Selain itu, ia juga menilai bahwa sah-sah saja bagi Gubernur Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah yang menyepakati untuk menolak perpanjangan PT Vale Indonesia. Pasalnya hal itu merupakan bagian dari aspirasi.
“Silahkan saja aspirasi ditampung keinginannya, mereka ada rekomendasi tapi kita kan harus jaga keseimbangan juga perusahaan yang sudah ada ketentuan perpanjangan seperti apa juga menjaga iklim investasi tapi jelas hak hak daerah masyarakat lokal diperhatikan keseimbangannya,” ujar dia.
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman secara tegas mengatakan pihaknya menolak perpanjangan kontrak karya (KK) PT Vale Indonesia. Ia pun meminta supaya lahan bekas tambang perusahaan nikel di Blok Sorowako, Luwu Timur beralih ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Hal itu diungkapkan langsung oleh Gubernur Andi Sudirman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kamis (8/9/2022).
Menurut dia pihaknya akan memperjuangkan tambang eks Vale untuk dikelola oleh BUMD Provinsi dan Kabupaten. Adapun Lahan Kontrak Karya yang tidak diperpanjang wajib menjadi milik Pemprov. “Posisi Pemprov jelas untuk memiliki konsesi tersebut berada di bawah kendali Pemprov bersama Pemkab Lutim,” ujar Andi Sudirman.
Adapun dari hasil evaluasi, kontribusi Vale Indonesia untuk daerah selama ini masih minim. Termasuk dalam lingkungan hidup, pendapatan daerah, dan lainnya. “Lahan Eks Vale dan Kontrak Karya hanya kontribusi 1,98% Pendapatan Daerah. Ini sangat kecil sehingga terjadi perlambatan penanganan kemiskinan Luwu Raya dan Lutim di wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam,” jelasnya.
“Sudah waktunya Pemprov Sulsel dan Pemkab Luwu Timur tidak hanya menjadi penonton di wilayah kita sendiri. Kita harus berdaulat di wilayah sendiri, bagaimana memperjuangkan hak-hak masyarakat,” tegasnya.CNCB