DONGGALA, MERCUSUAR – Masyarakat Kota Donggala sejak awal menjadikan pelabuhan sumber penghidupan utama, sehingga pelabuhan identik dengan denyut nadi. Ketika pelabuhan mengalami kejayaan, maka kehidupan perekonomian masyarakat menikmati kemakmuran dari berbagai aspek.
Sebaliknya ketika aktivitas utama dipindahkan ke Pantoloan pada tahun 1978, maka secara perlahan nadi perekonomian kota tua Donggala melemah. Memasuki dekade 1980-an, situasi perekonomian jadi kolaps. Aktivitas buruh dan mandor yang ramai di kawasan kota dan pelabuhan, akhirnya mulai sepi dan puncaknya awal tahun 1990-an. Pertumbuhan ekonomi semakin surut hingga banyak pengangguran.
Seiring dengan situasi tersebut,
Yayasan Donggala Heritage menggagas pembuatan film dokumenter bertema warisan budaya, pelabuhan dan sejarah kota tua berjudul Matahari Terbenam di Kota Tua Donggala. Produksi film merupakan fasilitasi Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 18 dalam bentuk bantuan komunitas.
“Film ini merekam perjalanan sejarah dari masa ke masa salah satu kota pelabuhan penting di Nusantara,” jelas Direktur Yayasan Donggala Heritage, Zulkifly Pagessa, Minggu (26/11/2023).
Menurut Zulkifly, tujuan utama film adalah pendokumentasian fakta otentik dan peristiwa sejarah penting sebagai data visual yang akan menjadi acuan pelestarian, konservasi, dan restorasi warisan budaya kota tua Donggala. Terutama menjadi bahan edukasi dan kultural untuk mempromosikan toleransi, pemahaman dan dialog antar budaya. Tentunya untuk mendorong kesadaran kolektif tentang pentingnya melestarikan warisan sejarah dan budaya.
Selain itu, film dokumenter berdurasi 16 menit tersebut, juga sebagai bagian pelestarian dan pengenalan sejarah pada generasi muda. Berkaitan dengan itu, dalam waktu dekat ini akan digelar nonton bareng dan diskusi di Sekretariat Yayasan Donggala Heritage.
“Harapan kami dari yayasan, selain pengenalan pada generasi muda yang tidak mengalami masa kejayaan pelabuhan dan Kota Donggala, setidaknya memberi inspirasi. Ke depan bisa lahir gagasan-gagasan baru dalam menata kota tua agar memiliki peran dari sisi lain yang dapat menghidupkan kembali perekonomian seperti dari aspek wisata sejarah dan budaya,” jelas Zulkifly.
Sementara itu Jamrin Abubakar berharap pembuatan film dokumenter yang ditonton publik, bisa berdampak pada perubahan sosial yang bakal mendorong kembalinya semangat perekonomian. Terutama dapat menginspirasi generasi muda dari hasil tontonan agar tumbuh kepedulian dalam pelestarian kebudayaan masa kini dan mendatang.
“Apalagi menyiapkan kota tua Donggala sebagai bagian jalur rempah masa akan datang, tentunya memerlukan banyak informasi, salah satunya melalui film dokumenter,” ujarnya. JEF