PALU, MERCUSUAR – Komunitas Seni Lobo merupakan lembaga nirlaba yang fokus pada seni pertunjukan, pendidikan seni dan pengarsipan, melaksanakan Bincang Seni #17, Rabu (7/2/2024), bertempat di Auditorium Museum Negeri Sulteng. Bincang Seni kali ini mengambil tema “Taman Budaya Sulteng Pasca Bencana, Masihkah Tenggelam?”.
Bincang Seni ini merupakan program reguler Komunitas Seni Lobo, yang merupakan sebuah ruang diskusi terbuka yang membicarakan soalan seni budaya dalam berbagai perspektif dan medium.
Program Manager Komunitas Seni Lobo, Iin Ainar Lawide mengatakan, Musyawarah Nasional Dewan Kesenian/Dewan Kebudayaan yang berlangsung di Jakarta 2023 lalu, merumuskan 5 hasil rekomendasi, yang salah satunya adalah mentransformasi tata kelola Taman Budaya dan ruang publik kesenian di seluruh Indonesia.
Hal ini kata dia, seharusnya menjadi angin segar bagi seniman maupun pelaku seni di Sulawesi Tengah (Sulteng), karena Taman Budaya selama ini telah menjadi pusat kebudayaan, yang merupakan representasi keberadaan seniman. Namun, memasuki tahun keenam pasca bencana tsunami, hingga kini nasib Taman Budaya seperti tak tentu arah, dengan kondisi yang memprihatinkan dan bangunan yang terbengkalai.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sulteng, Andi Kamal Lembah mengatakan, paling lambat 2025 harus terbentuk UPT Taman Budaya di bawah lingkup Dinas Kebudayaan. Hal ini juga seiring dengan revitalisasi Taman Budaya Sulteng. Hal ini kata dia menjadi penting dan strategis bagi upaya pemajuan kebudayaan.
Untuk itu kata dia, pihak UPT Museum dan Taman Budaya diminta untuk menyusun rancangan ketenagaan dan fungsional untuk pembentukan UPT Taman Budaya.
Menurutnya, menjadi sangat penting dan strategis untuk bertemu dengan komunitas seni dan budaya, untuk membahas mengenai pembinaan terhadap komunitas. Menurutnya, belum adanya Taman Budaya tidak menyurutkan upaya perlindungan dan pembinaan komunitas seni dan budaya di Sulteng.
“Hal ini juga merupakan bagian upaya mewujudkan Ketahanan Budaya,” ujarnya.
Ketua Dewan Kesenian Sulteng (DKST), Hapri Ika Poigi mengatakan, pihaknya berharap, rencana revitalisasi Taman Budaya Sulteng dapat terealisasi. Pihaknya juga mengusulkan untuk pemanfaatan lokasi Taman Budaya saat ini sebagai pusat berkesenian, di tengah keterbatasannya.
Plt Kepala UPT Museum dan Taman Budaya Sulteng, Rim mengatakan, Taman Budaya harusnya memiliki Dana Alokasi Khusus (DAK) sendiri, namun dalam 5 tahun terakhir tidak lagi mendapat alokasi, karena digabung menjadi UPT Museum dan Taman Budaya. Untuk itu kata dia, penting untuk kembali memisahkan UPT Museum dan UPT Taman Budaya, agar pengusulan DAK untuk Taman Budaya bisa kembali dilakukan.
Pihaknya juga mengatakan, pemisahan kembali UPT Museum dan UPT Taman Budaya, merupakan sebuah hal yang niscaya. Apalagi kata dia, hal ini didukung dengan status Dinas Kebudayaan Sulteng sebagai dinas tipe A.
Pegiat literasi, Neni Muhidin yang hadir sebagai peserta Bincang Seni mengatakan, selain upaya revitalisasi, perlu adanya debirokratisasi Taman Budaya, yaitu memberikan kebebasan kepada pelaku dan komunitas seni dan budaya untuk berkreasi di Taman Budaya, tanpa dipungut biaya. JEF