PALU, MERCUSUAR — Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sulawesi Tengah menegaskan komitmennya untuk memperkuat sektor hilirisasi kelapa sebagai bagian dari upaya membangun daya saing ekonomi daerah. Komitmen tersebut disampaikan oleh Ketua DPP APINDO Sulteng, Wijaya Chandra, dalam kegiatan Misi Dagang dan Investasi antara Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Tengah yang digelar di Hotel Best Western Plus Coco Palu, Sabtu (18/10/2025).
Dalam kegiatan yang mempertemukan lebih dari seratus pelaku usaha dari kedua provinsi itu, tercatat tiga kesepakatan dagang utama dengan total nilai mencapai Rp205,3 miliar, meliputi sektor industri, kelautan, dan perkebunan.Kerja sama pertama ditandatangani antara PT Total Solusindo asal Sidoarjo, Jawa Timur, yang diwakili oleh Rachel Yunita, dengan APINDO Sulawesi Tengah yang diwakili oleh Wijaya Chandra. Kedua pihak menyepakati penjualan mesin pengurai sabut kelapa, briket arang tempurung, dan Virgin Coconut Oil (VCO) sebanyak 500 unit dengan nilai transaksi sebesar Rp32,5 miliar.
Kerja sama kedua dilakukan antara CV Rum Seafood dari Sidoarjo, Jawa Timur, yang diwakili Sukis Wijayanti, dengan CV Andi Fikri Rezqiana dari Donggala, Sulawesi Tengah, yang diwakili Yusuf. Kesepakatan ini meliputi pengiriman komoditas ikan kembung, tuna loin, dan bandeng sebanyak 1.920 ton per tahun, dengan nilai transaksi mencapai Rp96,3 miliar.Sementara kerja sama ketiga melibatkan CU Satriya Abdi Buana dari Jawa Timur, yang diwakili M. Rizal Latief, dan PT Inpo Raya Malkos dari Palu, Sulawesi Tengah, yang diwakili Azhar. Keduanya menyepakati perdagangan kelapa bulat sebanyak 13.410 ton per tahun, dengan estimasi nilai transaksi Rp76,5 miliar.
Seluruh kesepakatan dituangkan dalam Formulir Komitmen Transaksi Misi Dagang dan Investasi dan ditandatangani antarpelaku usaha, disaksikan oleh Gubernur Jawa Timur dan Gubernur Sulawesi Tengah.
Ketua DPP APINDO Sulawesi Tengah, Wijaya Chandra, menyebut misi dagang ini sebagai momentum strategis memperkuat rantai nilai industri kelapa di daerah. Menurutnya, Sulawesi Tengah memiliki potensi besar dalam komoditas kelapa, namun selama ini masih bergantung pada penjualan bahan mentah.
“Kita sedang berupaya memaksimalkan pengolahan kelapa dari semua bagiannya, mulai dari isi, air, bungkil, hingga sabut, karena semuanya memiliki nilai jual tinggi,” ujar Wijaya.
“Sebagai contoh, ada permintaan hingga 50 ton arang tempurung, atau sekitar dua kontainer 40 feet. Ini peluang besar yang harus kita tangkap,” tambahnya.
Ia juga menekankan bahwa hilirisasi kelapa bukan hanya tentang peningkatan nilai ekspor, tetapi juga strategi untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah ke dua digit dan membuka lapangan kerja baru di sektor industri pengolahan.
“Kalau dulu Sulteng pernah mencatat pertumbuhan ekonomi dua digit, maka dengan hilirisasi kelapa kita bisa mengembalikannya. Industri pengolahan kelapa akan menyerap banyak tenaga kerja, baik di sektor produksi maupun logistik,” tegas Wijaya Chandra.
Selain itu, APINDO tengah menjajaki kerja sama dengan industri pengolahan kelapa nasional dan internasional yang sudah memiliki jaringan pasar luas.
“Kami ingin agar kelapa dari Sulawesi Tengah tidak lagi dijual dalam bentuk bulat, tetapi diolah menjadi santan, susu kelapa, dan minyak kelapa. Kami sedang menjajaki kerja sama joint industry dengan mitra yang sudah punya pasar nasional bahkan global,” jelasnya.
APINDO Sulawesi Tengah berharap hasil dari misi dagang ini menjadi pijakan awal untuk membangun industri kelapa terpadu di wilayah tersebut. Dengan dukungan pemerintah daerah dan pelaku industri, Wijaya optimistis produk turunan kelapa dari Sulawesi Tengah dapat segera menembus pasar nasional dan global.
“Dari sabut hingga santan, semua bagian kelapa bernilai. Yang kita perlukan sekarang adalah kemauan untuk mengolahnya secara berkelanjutan. Jika kita bisa membangun ekosistem industri kelapa, maka Sulawesi Tengah akan menjadi salah satu pusat ekonomi baru di kawasan timur Indonesia,” pungkas Wijaya Chandra. JEF