PALU, MERCUSUAR – Keluhan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Agus Rahardjo mengenai dukungan dosen Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai saksi ahli bagi KPK mendapat tanggapan dari pengelola kampus swasta di Sulteng. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Sulteng Burhanuddin Andi Masse mengatakan pihaknya siap dilibatkan sebagai saksi ahli kapan saja oleh KPK atau penegak hukum di republik ini.
Menurut dia, bukan hanya dosen PTN, dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS) juga bisa berkontribusi dalam upaya pemberantasan kejahatan dan tindak pidana kriminal lain. Pengelola Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Bina Mulia Palu itu mengatakan tahun 2016 lalu, pihaknya turut dilibatkan KPK dalam kasus korupsi di salah satu kabupaten di Sulteng. Saat itu, tenaga yang dibutuhkan KPK adalah dosen ahli di bidang teknologi informasi.
Ia menjelaskan, saat ini tercatat ada 4 ribu dosen PTS di Sulteng. Sebanyak 60 orang di antaranya adalah dosen ahli di bidang tekonologi informasi. Selain spesifikasi keilmuan tersebut, dosen-dosen PTS lain yang ada di Sulteng adalah dosen ahli kesehatan, keperawatan, ilmu administrasi, ekonomi, politik, dan beberapa lagi yang lain. “Tidak salah jika kami yang berada dalam lingkungan perguruan tinggi swasta ini juga dilibatkan dalam upaya pemberantasan korupsi,” katanya.
Sebelumnya, KPK mengaku kesulitan mendapat bantuan saksi ahli dari PTN. Pasalnya, honor yang diberikan KPK kepada saksi ahli kalah tinggi dari tersangka atau terdakwa korupsi. “Jadi kami itu, pengalaman kami sejak di LKPP, saya di LKPP, waktu kita minta teman-teman ahli dari PTN mengalami kesulitan. Karena negara hanya bisa menyediakan honor tidak banyak. Kalau nggak salah Rp1,7 juta per jam,” ungkap Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya.
Namun ia tak secara gamblang menjelaskan berapa honor yang diberikan oleh para tersangka dan terdakwa korupsi. Dia menegaskan honor yang ditawarkan para tersangka atau terdakwa lebih menggiurkan daripada tawaran KPK. DAR