Dari Alun-alun Hingga Taman Nasional

gedung juang-bd88f923
FOTO: Potret rumah Kontrolir Palu (kini dikenal dengan nama Gedung Juang), pada periode kolonial. Tampak tanah lapang di depan bangunan rumah yang digunakan sebagai alun-alun (kiniTaman nasional. FOTO: wereld culturren

Oleh: Jefrianto (Wartawan Mercusuar)

Hujan deras mengguyur Kota Palu sejak siang. Sejumlah ruas jalan dipadati kendaraan yang merayap pelan menyusur jalanan yang digenangi luapan drainase yang seakan tak mampu menampung air hujan. Belok kiri dari Jalan Mawar yang merupakan jalur satu arah, terlihat sebuah bundaran yang dipagari dengan seng. Di sisi utara bundaran ini, Nampak sebuah gedung berlanggam kolonial, yang akrab disebut Gedung Juang.

Bundaran yang dilingkari pagar seng ini, dikenal dengan nama Bundaran Taman Nasional. Taman tersbut kini sedang direnovasi oleh Pemerintah Kota Palu, dengan menempatkan sebuah kolam bundar yang luas di tengah, undakan semacam tribun di sisi utara yang menghadap Gedung Juang, serta sebuah dinding di sebelah selatan, yang awalnya direncanakan untuk menempatkan prasasti perisi nama raja-raja Palu di sana.

Catatan sejarah bundaran taman nasional ini, dimulai dari 1924, saat lokasi ini diproyeksikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda di Palu, sebagai alun-alun dari rumah Kontrolir yang dibangun di sisi utaranya. Hal ini terekam pada arsip memori serah terima jabatan Kontrolir Palu, M.C. Voorn tahun 1925.

Kontrolir Palu periode 31 Mei 1924 hingga 9 Desember 1925 ini menulis, sebelum menjadi alun-alun, lokasi ini dipenuhi kaktus. Kaktus menjadi salah satu permasalahan utama dalam pengembangan lahan pemukiman Palu di masa kolonial. Kontrolir Palu periode 11 Oktober 1932 hingga 1935, J.A. Vorstman dalam memorinya bahkan mengutip laporan asisten konsultan pertanian di tahun 1933, tentang dominasi tumbuhan Kaktus di Palu. Hal ini disebutnya sebagai fenomena wabah Kaktus.

Adapun daerah di Palu yang ditumbuhi kaktus menurut laporan ini, yakni Tatura, jalur menuju Tawaeli, Talise, Tanamodindi, Kawatuna, Petobo dan Kapopo. Untuk membasmi wabah Kaktus ini, Vorstman melalui Dinas Kehutanan, berencana mengimpor ngengat dari Ceylon (Srilangka), yang dikenal sebagai kumbang pemakan Kaktus.

Geolog berkebangsaan Belanda, E.C. Abendanon, dalam buku hasil penelitiannya tentang geografi dan geologi di Sulawesi bagian Tengah, yang terbit tahun 1915 menyebut, lahan yang ditumbuhi kaktus itu, dulunya adalah padang sabana yang hijau. Pembukaan lahan untuk pertanian dan pemukiman, menjadikan lahan tersebut stres dan kering.

Budayawan Sulawesi Tengah (Sulteng) yang juga warga di sekitar lokasi taman, Intje Mawar Lasasi Abdullah mengatakan, pada periode kolonial Belanda, alun-alun ini difungsikan sebagai tempat peringatan hari-hari bersejarah. Alun-alun ini kata dia, ditumbuhi pinus dan dikelilingi bangunan bercorak kolonial.

Kawasan ini menjadi alun-alun rumah Kontrolir Palu dan Gezaghebber Palu, hingga 1942. Pada rentang 1942 hingga 1945 atau pada fase pendudukan Jepang, seiring dengan tidak lagi ditempatinya bangunan rumah Kontrolir oleh Pemerintah Kolonial Belanda, alun-alun inipun kemudian berubah fungsi. Buku Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Sulawesi Tengah menyebut, kehadiran Jepang di wilayah Teluk Palu dimulai pada April 1942, saat angkatan laut Jepang dengan kapal penjelajah dan beberapa kapal pemburu torpedo berlabuh di Donggala, untuk rnencari pejabat-pejabat pemerintah kolonial Belanda. Namun, hal ini tidak berhasil, karena Asisten Residen Donggala, E.S. De La Fuente dan Ged. Gezagheber Palu, P.M. Feliks, bersama keluarga masing-masing, telah menghilang dan tidak diketahui ke mana, sehingga hanya raja-raja setempat saja yang dijumpai oleh pasukan-pasukan Jepang.

Wilman D. Lumangino dalam Laporan Penelitian Pengembangan Diorama Kaili Tour Dalam Perspektif Sejarah, yang menyebutkan, pada fase pendudukan Jepang, alun-alun di depan rumah Kontrolir digunakan oleh Tentara Jepang sebagai lapangan apel, yang kemudian oleh Jepang diberi nama Lapangan Honbu. Honbu sendiri dalam bahasa Jepang bermakna sebagai markas. Markas tentara Jepang sendiri berada di sekitar lokasi tersebut.

Pos terkait