PALU, MERCUSUAR – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu, memberi tenggat waktu satu minggu kepada Pemerintah Kota Palu, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum (PU), untuk mendesain ulang rancangan revitalisasi Taman Bundaran Nasional, yang terletak di Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Lolu Utara, Kecamatan Palu Timur.
Keputusan ini merupakan salah satu hasil Rapat Dengar Pendapat antara Komisi C bidang pembangunan DPRD Kota Palu dengan sejumlah organisasi perangkat daerah di lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, Alfamidi, dan pihak kontraktor pelaksana, terkait proyek revitalisasi taman tersebut, Senin (15/6/2020) di Kantor DPRD Kota Palu.
Tenggat waktu seminggu itu, diberikan untuk mendesain ulang rancangan revitalisasi Taman Bundaran Nasional, dengan mempertimbangkan masukan-masukan yang masuk, baik oleh anggota DPRD Kota Palu, OPD terkait, maupun oleh kelompok masyarakat dan individu.
“Re-desain ini member ruang untuk masukan-masukan yang berkembang dalam RDP ini, seperti akses lahan parkir dan pejalan kaki, kemungkinan rekayasa lalu lintas, drainase, hingga masukan dari kelompok masyarakat atau individu, seperti terkait unsur kesejarahan kawasan tersebut,” ujar Sekretaris Komisi C DPRD Kota Palu, Muslimun.
Lanjut Muslimun, dalam tenggat waktu seminggu ini, kelompok masyarakat atau individu yang mendak memberikan masukan terkait desain ruang publik tersebut, agar langsung berkoordinasi dengan Dinas PU sebagai leading sector proyek revitalisasi itu.
Menurutnya, sebaiknya masukan tersebut dibuat secara tertulis atau dalam bentuk gambar, yang menarasikan maksud dari masukan tersebut.
“Misalnya masukan untuk aspek kesejarahan, kalau ada gambar pendukung malah lebih baik. Misalnya gambar kawasan tersebut di masa lalu bisa dipajang di sekitar kawasan, agar orang dari luar Palu yang datang berkunjung, tidak perlu lagi susah mencari latar sejarah kawasan itu,” jelasnya.
Lanjut Muslimun, proyek senilai Rp4,8 milyar yang bersumber dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Alfamidi tersebut, tidak dapat lagi ditunda pelaksanaannya untuk melakukan diseminasi publik, karena sudah dalam proses pengerjaan. Proyek ini sendiri kata dia, telah berjalan selama hampir tiga bulan, dari 1 Maret 2020 dan berakhir pada 27 Agustus 2020 nanti.
“Ini kan sudah salah dari awal, karena tidak dibuka ke publik tiba-tiba proyek jalan, dan tidak mungkin lagi kita tunda. Ke depan pemerintah tidak boleh seperti ini kalau membangun, butuh diseminasi publik, saran dari publik, dan pemerintah harus mendengarkannya,” ujarnya.
Selain member tenggat waktu seminggu untuk re-desain, RDP yang sebelumnya dilaksanakan pada Jumat (12/6/2020) tersebut, juga menghasilkan sejumlah keputusan lainnya; Pertama, tidak merubah nominal besaran proyek revitalisasi tersebut.
Kedua, mendesak pihak pelaksana proyek agar segera mengeksekusi secepatnya proyek revitalisasi tersebut, karena waktu pengerjaan tinggal dua bulan dan harus mengganti pohon yang ditebang.
Ketiga, pihak pelaksana diminta membuat saluran drainase, untuk buangan air dari lokasi taman.
Keempat, OPD terkait dan pihak pelaksana proyek agar berkoordinasi dengan Balai Pelaksana Jalan Nasional XIV Palu, soal akses jalan, apakah dimungkinkan untuk rekayasa lalu lintas atau seperti apa kebijakan terkait ruas jalan di sekitar taman tersebut nantinya, sebab ruas jalan di sekitar taman tersebut, yakni Jalan Sultan Hasanuddin, merupakan ruas jalan nasional.
Kelompok Masyarakat Sampaikan Pernyataan Sikap
Berkaitan dengan proyek revitalisasi Taman Bundaran Nasional ini, sejumlah kelompok masyarakat menyampaikan pernyataan sikap terkait proyek tersebut. Kelompok masyarakat yang terdiri dari Komunitas Historia Sulawesi Tengah (KHST), Perpustakaan Mini Nemu Buku, Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM) Sulteng, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palu, Lingkar Hijau, Lembaga Pengembangan Studi Hak Asasi Manusia (LPSHAM) Sulteng, serta Studi Informasi dan Komunikasi Publik (SIKAP) Institute ini, merumuskan enam poin pernyataan, menanggapi revitalisasi taman tersebut.
Pertama, restorasi bundaran/taman nasional, termasuk taman GOR, mestinya menjadi pelajaran ke depan, bahwa perencanaan ruang publik, mestinya meniscayakan partisipasi yang luas dan melibatkan publik yang tidak terbatas.
Kedua, meminta penjelasan Pemerintah Kota Palu terkait rencana revitalisasi tersebut.
Ketiga, mendorong agar aspek sejarah kawasan dan ekosistem bundaran/taman nasional, menjadi pertimbangan utama dalam mendesain kembali kawasan tersebut.
Keempat, mengembalikan nama taman nasional pada penamaan awalnya, yaitu Lapangan Hombo, yang berasal dari kata Gombo yang bermakna sebagai tempat pertemuan.
Kelima, mendesak Pemerintah Kota Palu untuk menyusun kembali sejarah kawasan taman nasional dalam bentuk buku, serta mengumpulkan segala arsip, baik berbentuk tekstual, visual (foto) dan audiovisual tentang kawasan tersebut.
Keenam, membuat pojok literasi dalam kawasan taman nasional, untuk mendukung perkembangan literasi dan sejarah di Kota Palu. JEF