Dugaan Korupsi Anggaran Bermodus Perjalanan Dinas Fiktif Bendahara Pengeluaran Balut Didakwa Rugikan Negara Rp259,2 Juta

KORUPSI-661d1440

PALU, MERCUSUAR – Ansar Mapiase (Bendahara Pengeluaran) dan Silvana Bidja (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) non aktif, terdakwa kasus dugaan korupsi penyimpangan anggaran perjalanan dinas Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Banggai Laut (Balut), menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Klas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Rabu (25/8/2021). 

Sidang dipimpin ketua majelis hakim, Zaufi Amri didampingi hakim anggota, Darmansyah dan Andrianus. 

Terdakwa Ansar Mapiase menjalani sidang secara virtual dari lembaga pemasyarakatan, sedangkan terdakwa Silvana Bidja, langsung bersidang di ruang persidangan.

Keduanya didakwa telah merugikan keuangan negara Rp259, 2 Juta, mereka merupakan splitan kasus dari terdakwa Idhamsyah S. Tompo selaku Kepala BPKAD Kabupaten Balut non aktif, yang saat ini telah lebih dulu menjalani proses persidangan. 

“Perbuatan terdakwa Ansar Mapiase bersama-sama dengan terdakwa Silvana Bidja, dan terdakwa Idhamsyah S. Tompo, telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp259.2 juta,” kata Muhammad Faizal Akbar Ilato, jaksa pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulteng, selaku penuntut umum, membacakan surat dakwaan.

Faizal menguraikan inti dakwaannya, bahwa terdakwa Silvana Bidja, selaku PPTK memiliki beberapa tugas dan fungsi. Dalam perkara ini, terdakwa awalnya dimintai oleh terdakwa Idhamsyah S. Tompo, untuk mencarikan nama-nama, guna dimasukan ke dalam surat tugas, kemudian menentukan nama-nama yang benar-benar akan berangkat melaksanakan surat tugas, dan nama-nama yang tidak benar benar berangkat. 

“Setelah menentukan nama-nama itu, selanjutnya nama-nama itu diserahkan kepada terdakwa Ansar Mapiase, untuk dibuat SPM. Untuk nama-nama yang benar berangkat, menerima pembayaran perjalanan dinas, sementara pembayaran anggaran perjalanan dinas bagi nama-nama yang tidak berangkat selanjutnya diserahkan kepada terdakwa Idhamsyah S. Tompo, lalu dibagikan kepada terdakwa Silvana dan Ansar Mapiase,” urai Rizal.

Sedangkan terdakwa Ansar Mapiase selaku bendahara pengeluaran, begitu mendapatkan penyampaian dari terdakwa Silvana dan menerima nama-nama yang akan benar-benar berangkat dan tidak benar-benar berangkat, tetap menerbitkan surat perintah membayar (SPM). 

“Meski terdakwa Ansar Mapiase sadar dan mengetahui kalau nama-nama disurat tugas itu, ada yang tidak benar-benar berangkat, ” katanya. 

Perbuatan para terdakwa dakwaan primer sebagaimana diatur dan diancam pidana, melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Subsidair pidana melanggar Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tutup Rizal.

Atas dakwaan JPU, tim penasihat hukum terdakwa Ansar Mapiase yakni Syahrul  Idris Mamonto dan Moh. Safaad menyatakan tidak keberatan terhadap dakwaan JPU, sehingga tidak mengajukan eksepsi. 

Terhadap terdakwa Ansar Mapiase, majelis hakim akan kembali mengagendakan sidangnya pada tanggal 8 September 2021 dengan agenda pemeriksaan saksi. 

Sedangkan terdakwa Silvana Bidja, masih menyatakan keberatan dan akan mengajukan eksepsi. Untuk lanjutan sidang terdakwa Silvana Bidja, majelis hakim mengagendakan pada Rabu, 1 September 2021. */JEF

Pos terkait