PALU, MERCUSUAR – Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulteng dan Pemuda Katolik Sulteng melaksanakan dialog dengan tema merajut kebhinekaragaman dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Sabtu (26/5/2018 di Warkop Ansor) Kecamatan Palu Barat. Kegiatan tersebut dirangkaikan dengan buka puasa bersama dan dihadiri oleh biarawan Katolik serta tokoh lintas agama lainnya.
Muh Kaharu, selaku Kordinator kegiatan yang juga Pengurus Wilayah GP Ansor Sulteng mengatakan, kegiatan ini merupakan wujud nyata membangun kebersamaan dalam rangka meningkatkan silaturahmi sesama anak bangsa. Kegiatan ini dikemas dalam bentuk dialog sekaligus buka puasa bersama. Situasi dan kondisi bangsa kita hari ini membutuhkan kehadiran kita yang peduli dengan kebhinekaan.
Ketua Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Sulteng, Agustinus Salut, dalam dialog itu menuturkan, kebhinekaan di Indonesia adalah sebuah karunia dari Tuhan, maka haruslah kita jaga dan dirawat dengan sebuah bingkai yang dinamakan toleransi. Dalam hal ini pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia harus semakin menyadari bahwa kita semua diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna. “Sudah sewajarnyalah kebhinekaan yang ada di bumi Indonesia ini harus tetap dijaga dengan dibarengi toleransi yang selalu terus diusahakan keberadaannya dalam kehidupan masyarakat. “Jadi, apapun agama dan sukumu, kita satu, yakni Bangsa Indonesia,” tegasnya.
Agustinus Salut menuturkan, tiga faktor penyebab hancurnya nilai kebhinnekaan kita, yakni pertama, perbedaan yang ditonjolkan. Perbedaan adalah sesuatu yang pasti terjadi. Namun tugas kita adalah bagaimana menjadikan perbedaan itu sebagai rahmat dan keindahan. Kedua, intoleransi. Sikap intoleransi kata dia, masih menjadi momok bagi kebhinnekaan kita. Intoleransi belakangan ini hampir tumbuh subur. Berbagai teror dan ancaman terhadap kelompok tertentu, bahkan sampai melakukan aksi bom bunuh diri dan lain sebagainya adalah buktinya. Aksi-aksi yang mengarah kepada intoleransi harus segera diatasi karena dapat merusak kebhinnekaan.
“Olehnya, mari kita bergandengan tangan tanpa melihat apa suku dan agamamu untuk melawan tiga penyebab hancurnya nilai kebhinnekaan kita,” bebernya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah GP Ansor Sulteng, Alamsyah Palenga menjelaskan, dengan adanya peristiwa intolerasansi, maka kita yang pro terhadap toleransi kembali berkumpul untuk membangun bersama komitmen kebangsaan kita .
“Bagi Ansor, untuk menjadi sahabat Ansor itu sederhana, syaratnya hanya dua, yang pertama, dia harus manusia dan kedua, harus mampu senyum,” terangnya.
Alamsyah menambahkan, kehadiran intoleransi ini tidak terlepas dari media sosial. Kebebasan bereksepresi untuk menyampaikan pendapatnya terhadap segala sesuatu yang terjadi. Dulu kalau ada isu yang menarik, kita hanya diskusikan dengan satu atau dua orang yang dekat dengan kita. Tetapi sekarang sudah beda, kalau ada isu langsung disampaikan lewat media sosial. “Ini menjadi tugas kita bersama agar penggunaan media sosial untuk tujuan baik. Bila perlu kita membangun kesepahaman bersama, apabila terdeteksi pengguna akun yang menjelek-jelekan agama lain, kita harus telusuri orang tersebut agar tidak menjadi bola liar,” tandasnya. */FIT