PALU, MERCUSUAR – Aksi begal atau kejahatan merampas barang milik orang lain di jalan, belakangan marak terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Ironisnya, rata-rata pelaku yang tertangkap polisi adalah remaja atau pelajar dengan usia 15 sampai 20 tahun.
Ada keterkaitan antara begal yang dilakukan remaja ini dengan penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba).
Psikolog Idris Y Min’un mengatakan begal menjadi cara cepat mendapatkan uang untuk membeli narkoba atau minuman beralkohol. Begal dipilih karena akses untuk mendapatkan uang dari orang tua terbatas. “ Karena terdesak oleh kebutuhan tersebut, ditambah terprovokasi oleh anggota grup, tindakan begal bisa terjadi,” kata Idris kepada Mercusuar, Rabu (15/8/2018)
Data kepolisian menyebutkan, sebagian pelaku begal sengaja mengincar motor karena harganya besar. Satu motor curian, misalnya, dijual seharga Rp2 juta-Rp7 juta. Uang tersebut kemudian dibelikan narkoba jenis sabu-sabu. “Habis curi motor atau begal orang, motornya dan barang rampasannya dijual, kemudian dibelikan sabusabu,” kata Kepala Kepolisian Resor Palu AKBP Mujianto kepada Mercusuar, Kamis (16/8/2018).
Sampai awal Agustus tahun ini, Polres Palu mencatat sudah terjadi 80 kasus pencurian dengan kekerasan atau begal di wilayah Kota Palu. Jika dirata-ratakan, dalam sebulan bisa terjadi sepuluh kasus begal. Atau setiap tiga hari terjadi satu kali peristiwa begal di ibukota Sulteng ini.
Kapolres Palu, mengatakan pembegal seringkali memburu korban di jalan-jalan sepi dan gelap. Bahkan, tidak segan melukai korbannya. Beberapa jalan yang dianggap rawan dengan kasus begal adalah Jalan Zebra, Jalan Dewi Sartika, Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jalan Kijang, Jalan Bukit Jabal Nur, Jalan Garuda, dan Jalan Soekarno-Hatta.
“Di Jalan Soekarno-Hatta sering terjadi aksi begal karena jalan sepi dan minim penerangan,”katanya.
Meski demikian, ia menyatakan hampir di seluruh wilayah hukumnya masih rawan dengan kasus pencurian. “Kalau rawan, semuanya daerah rawan, kapan ada waktu dan kesempatanya, pasti pelaku akan melancarkan aksinya,”jelasnya.
KINI SPONTANITAS
Dari beberapa kasus yang terjadi, pola begal di jalan saat ini mengalami perubahan. Psikolog, Idris Y Min’un mengatakan berdasarkan pengakuan pelaku begal beberapa waktu lalu, ada pihak yang menyuruh mereka. Artinya cenderung terorganisir. Yang terjadi belakangan, tindakan yang mereka lakukan adalah spontanitas, baik secara individu, maupun kelompok. Ada dua versi dari perilaku spontanitas ini. “Pertama, seketika terjadi karena ada mangsa, atau iseng tapi membuahkan hasil. Atau mungkin karena ada kebutuhan, kemudian ada mangsa di jalan,” kata Idris.
Menurutnya, perubahan begal yang dimaksud juga dapat dilihat pada keberanian mereka mengembalikan sebagian barang yang telah dirampas, misalnya identitas korban. Pengembalian identitas korban tersebut menandakan, anak-anak pelaku begal juga mengetahui konsekuensi hukum dari tindakannya. Setiap manusia, kata Idris, memiliki potensi untuk mengambil atau memiliki barang milik orang lain. “Itu manusiawi sekali, cuma menguasainya dengan cara bagaimana, meminta atau merampas,” tambahnya. DAR/IKI