CITIZEN JOURNALISM
OLEH : Bella Puspita/Jurnalis Warga Silae
PALU – Pengungsi di Hunian sementara (Huntara) Silae, kecamatan Palu Barat bingung harus kemana setelah mendapatkan kabar bahwa pada bulan Oktober 2020, mereka harus meninggalkan huntara tempat mereka tinggal pasca bencana yang terjadi 28 September 2020.
Sementara sebagian besar pengungsi di huntara Silae adalah korban gempa jalan Malonda, kelurahan SIlae yang masuk dalam zona merah.
Belum lagi mereka juga tidak tercatat sebagai penerima huniat tetap (Huntap) yang disediakan pemerintah.
Sebelum Huntara ditempat, warga mendapatkan informasi bahwa mereka akan tinggal dihuntara selama dua tahun, sebelum pemerintah membangun huntap. Namun Janji yang mereka dengar seketika pupus saat mereka diminta harus angkat kaki dari huntara pada Oktober 2020.
Salah satu penghuni Huntara Silae yang namanya enggan disebutkan mengatakan , sebagai pendatang dari Sulawesi Selatan, ia bersama Isteri sudah bertahun-tahun tinggal di kelurahan Silae, sehingga boleh disebut sebagai warga kota Palu. Apalagi mereka sudah ber Kartu Tanda Penduduk (KTP) kota Palu.
Namun sayangnya, saat menjadi korban tsunami, mereka tidak dicatat sebagai penerima huntap dengan alasan tidak memiliki sertifikat tempat tinggal.
Saat ini kata dia, Huntara menjadi satu-satunya tempat tinggal yang mereka miliki, setalah hempa menghancurkan rumah dan mengahbiskan harta benda. Jika pemerintah meminta untuk meninggalkan huntara pada bulan Oktober, maka tidak tahu harus kemana lagi ia bersama keluarga akan tinggal.
“Kalau kami diminta meninggalkan huntara, terpaksa kami harus membangun pondok-pondong di bekas tempat tinggal kami sebelumnya yang saat ini dinyatakan sebagai zona merah,” ujarnya.
Dia berharap pemerintah bisa mencarikan solusi, sehingga pengungsi yang tidak mendapatkan jatah Huntap, bisa memiliki tempat tinggal layak setelah tidak lagi tinggal di huntara.
Kondisi ini juga dialami warga pengungsi yang tinggal di Huntara Lere, dimana penghuni Huntara sudah harus meninggalkan bilik mereka pada bulan Mei 2020. Hal ini karena, kontrak lahan huntara sudah habis, dan pemilik lahan sudah akan menggunakan lahannya itu.
Saat ini penghuni di Huntara kebingungan, terlebih mereka yang tidak tercatat sebagai menerima hutap.
Kepala Bidang Perumahan, Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Palu, Dian mengatakan belum ada informasi pemindahan tersebut, hal Ini juga telah dikonfirmasi ke Lurah Silae dan tidak ada informasi pemindahan.
Sementara Lurah Silae, Safaat, menegaskan tidak ada pemindahan warga Silae yang menghuni Huntara. Hanya saja, beberapa waktu lalu Bhabinsa memohon peminjaman bilik huntara yang kosong untuk dipakai sebagai barak anggota TNI yang akan mengawal proses perbaikan rumah rusak.
Lurah juga mengatakan bahwa, sudah ada beberapa warga yang meninggalkan huntara karena telah mendapatkan dana perbaikan rumah tahap pertama.
Karena ada 50 bilik Huntara yang kosong, maka Bhabinsa meminta disiapkan tiga bilik untuk ditempati tentara yang akan mengawal perbaikan rumah di wilayah Silae.
Menurut Lurah, hanya tiga yang mereka minta bukan semuanya,jadi tidak ada permintaan agar mengosongkan bilik pada bulan Oktober 2020. Bahkan pihak kelurahan juga sebelumnya mendapatkan kabar bahwa penghuni di huntara akan melakukan aksi demo, namun sampai saat ini tidak ada.
Safaat menekankan bahwa isu pemindahan warga Penghuni Huntara Silae itu tidaklah benar.
Adapun permasalahan saat ini, warga yang rumahnya berada di jalan Malonda yang merupakan zona merah, menolak Huntap yang ditunjuk Pemerintah. Sedangkan aturan dari Pemerintah Pusat jika menolak Huntap, secara otomatis stimulant juga tidak bia diperoleh, dan hal itu harus dicarikan solusinya.
Tahap pertama dan kedua, sebanyak 10 kepala keluarga (KK) terdata masuk Huntap, dan empat KK yang mengajukan huntap dilokasi milik sendiri yang bebas zona merah.*