PALU, MERCUSUAR – Peristiwa ditangkapnya dua Sipir Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Palu oleh Polres Palu, karena menyimpan 4 kilogram narkoba jenis sabu siap edar di rumah dinas lapas, Sabtu, 2 Oktober 2021, dinilai benar-benar menggambarkan betapa sistematis dan masifnya peredaran sabu di Sulteng, yang justeru dilakukan oleh sipir Lapas dari dalam rumah dinasnya. Ini juga menggambarkan betapa lemahnya pengawasan internal di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Tengah (Kanwil Kemenkumham Sulteng).
Demikian dikatakan advokat yang juga mantan Koordinator KontraS Sulawesi, Edmond Leonardo Siahaan, dalam rilis pers yang diterima redaksi, Jumat (8/10/2021). Kata dia, mengapa hal ini disebutnya sistematis dan masif, karena peredaran sabu yang melibatkan sipir Lapas Kelas II A Palu ini, terjadi berulang kali, yakni dua kali berturut-turut, selama masa pandemi COVID 19.
“Peristiwa peredaran sabu yang melibatkan sipir Lapas Kelas II A Palu ini juga terjadi pada 23 April 2020 lalu, ketika Polda Sulteng menangkap jaringan pengedar sabu, di dalam Lapas Kelas II A Palu, yang melibatkan 3 narapidana dan 1 sipir lapas,” ujarnya.
Lanjut Edmond, belum lagi terungkap dengan gamblang kasus peredaran sabu ini, kembali kita digegerkan dengan peristiwa kerusuhan di Lapas Kelas III Parigi, Kabupaten Parigi Moutong, yang terjadi pada Kamis (7/10/2021), di mana para warga binaan alias narapidana merusak fasilitas, menguasai beberapa ruangan dan mengancam akan membakar dokumen-dokumen penting. Kerusuhan tersebut dipicu, karena warga binaan tidak terima 4 rekan mereka dianiaya oleh 5 petugas sipir, karena kedapatan menyimpan telepon genggam saat razia blok.
Dari dua peristiwa di atas yang terjadi hanya berselang beberapa hari kata dia, maka seharusnya Kepala Kanwil Kemenkumham Sulteng, menjadikannya momentum untuk segera mengevaluasi organisasi yang dipimpinnya, jajaran, juga sistem yang selama ini diterapkan. Karena menurutnya, ketika sipir lapas terlibat dalam jaringan pengedar narkoba, harus disimpulkan sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Lapas yang seharusnya menjadi tempat untuk pembinaan bagi warga binaannya kata dia, tetapi justeru dijadikan sebagai “markas” peredaran narkoba jenis sabu. Menurutnya, bisa dibayangkan betapa mudahnya menyimpan 4 kilogram sabu di lingkungan rumah dinas Kemenkumham Sulteng, kemudian diedarkan oleh para sipir lapas.
“Karena telah terjadi 2 kali peredaran narkoba melibatkan sipir Lapas Palu, yaitu pada 23 April 2020 dan 2 Oktober 2021. Maka dengan tegas saya menyampaikan pendapat, agar Kakanwil Kemenkumham Sulteng segera diganti. Karena menurut saya, melakukan pemecatan kepada para sipir di 2 peristiwa tersebut, bukanlah langkah yang telah menyelesaikan masalah, yang menurut saya sangat merusak ini,” jelasnya.
Seharusnya kata dia, Kakanwil Kemenkumham melakukan langkah-langkah yang lebih dalam, serius dan antisipatif di masa yang akan datang. Harusnya, Kakanwil melakukan investigasi internal yang mendalam, bila perlu mengundang BNN Provinsi Sulteng, untuk melakukan investigasi bersama.
“Ini masalah yang sangat serius dan merusak Sulteng, Pemecatan saja tidak akan menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Langkah Kakanwil Kemenkumham untuk memecat 5 sipir yang terlibat dalam kasus ini, dan akan mengirim 2 pelaku yang ditangkap tangan oleh Polres Palu ke Lapas Nusakambangan setelah vonis nanti, menurutnya patut diapresiasi. Namun menurutnya, langkah-langkah itu tentu saja tidak cukup, karena Kakanwil Kemenkumham harus melihat kasus ini lebih dalam lagi.
“Artinya, dia harus membangun cara berpikir, semua anak buahnya di Kemenkumham terlibat dalam kasus ini. Oleh karena itu Kakanwil Kemenkumham Sulteng, seharusnya melakukan beberapa tindakan, seperti melakukan uji narkoba kepada seluruh pegawai di Kanwil Kemenkumham Sulteng, baik yang bertugas di Kantor Kakanwil di Palu maupun yang bertugas di rutan dan lapas-lapas. Tentu saja tes narkoba yang lebih akurat dan bukan hanya tes urine,” ujarnya.
Kedua, secepatnya memutus mata rantai peredaran jaringan narkoba di dalam lapas-lapas di Sulteng; Ketiga, Menteri Hukum dan HAM harus segera memikirkan sistem proteksi lapas dan rutan dari peredaran narkoba, sejak saat ini. */JEF