PALU, MERCUSUAR – Keputusan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Luwuk, Ahmad S Nadjir SH MH membatalkan penetapan eksekusi tanah di Tanjung, Kelurahan Karaton, Kecamatan Luwuk, Kabupaten Banggai, yang dikeluarkan Ketua PN Luwuk sebelumnya, Ahmad Yani SH MH dinilai janggal. Pihak ahli waris melalui kuasa hukum pun telah melaporkan Ketua PN Luwuk, Ahmad S Nadjir ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
“Di MA (Mahkamah Agung), kita laporkan ke badan pengawas dan ketua MA,” kata Sanih Mafadi SH MH, didampingi Achtar Saldy SH selaku kuasa hukum ahli waris kepada wartawan di Palu, Jumat (3/8/2018). Turut mendampingi wakil ahli waris, Fuad Bakkar.
Ahmad S Najir diadukan terkait dugaan penyalahgunaan wewenangnya melakukan pembatalan penetapan tanpa landasan hukum. Ia juga dianggap melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
“Pembatalan penetapan eksekusi setelah dilakukannya eksekusi ini tidak dikenal,” kata Sanih. Menurut Sanih, dengan dilakukannya dua tahap eksekusi atas penetapan PN Luwuk menandakan bahwa dua tahap eksekusi tersebut telah sah dan berkekuatan hukum tetap sehingga janggal jika dikemudian hari dibatalkan juga oleh PN Luwuk.
Diketahui, pada 27 April 2017, Ketua PN Luwuk menandatangani penetapan eksekusi tanah di Tanjung dengan nomor registrasi 02/Pen.Pdt.6/1996/PN.Luwuk. Atas dasar itu, pada 3 Mei 2017 dilakukan eksekusi tahap pertama berupa pengosongan di atas lahan seluas 18 hektare yang masih diduduki warga itu. Karena belum tuntas, eksekusi tahap kedua kemudian dilakukan pada tanggal 19, 20, dan 21 Maret 2018. Dengan pengamanan aparat, pihak ahli waris akhirnya dapat menguasai tanah tersebut.
Yang disayangkan, pada 24 Juli 2018, Ketua PN Luwuk yang baru lantas mengeluarkan surat pembatalan penetapan eksekusi. Keputusan tersebut mendadak, sebab baru sehari sebelumnya ia menjabat Ketua PN Luwuk.
Menurut Sanih, pembatalan penetapan itu sangat merugikan ahli waris. Ahli waris dan keluarga, kata Sanih, sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam dua kali eksekusi pengosongan lahan.
Ahli waris misalnya telah berbesar hati memberikan kompensasi berupa lahan relokasi terhadap sekitar 200-an keluarga. Pada lahan relokasi seluas 4 hektare tersebut, ahli waris memberikan kapling tanah untuk setiap keluarga, dilengkapi akses fasilitas umum, seperti listrik dan jalan.
Keputusan penyiapan relokasi juga berdasarkan mediasi dengan Pemerintah Kabupaten Banggai. Hasilnya, sebanyak 40 keluarga di antaranya telah memilih relokasi.
Belum lagi disiapkan kendaraan untuk memobilisasi material dan barang dari Tanjung ke daerah relokasi. “Untuk pemagaran, kami menyiapkan 100 orang pekerja,” kata Fuad Bakkar, ahli waris, menambahkan.
“Sudah miliaran rupiah dana yang dikeluarkan ahli waris untuk mendapat kembali hak atas tanahnya tersebut. Semua dari pribadi ahli waris, bukan pemerintah daerah, ataupun pihak lain,” tambah Fuad.
Sanih menjelaskan, pasca penetapan pembatalan eksekusi oleh Ketua PN Luwuk tanggal 24 Juli 2018 warga pun ramai-ramai membongkar pagar pembatas. Dengan demikian, Ketua PN Luwuk secara tidak langsung dianggap telah memprovokasi masyarakat.
Selain mengadu ke MA dan KY, kuasa hukum juga mengadukan Ketua PN Luwuk ke Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah. Laporan juga disampaikan ke Kapolda Sulteng, sebab ahli waris merasa aparat setempat, dalam hal ini Polres Banggai melakukan pembiaran terhadap warga yang merusak atau membongkar pagar lahan di Tanjung.
“Bahwa pada saat pencabutan palang dan pagar, ada aparat di sana, namun tidak berbuat (melarang),” katanya.
MENGADU KE KAPOLRI
Kuasa hukum mengatakan pihak ahli waris juga mengadukan masalah ini kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Pengaduan antara lain terkait pembiaran pengrusakan fasilitas pagar lahan oleh aparat di Banggai.
Informasi dihimpun, Ketua Utama Alkhairaat, Habib Saggaf Aljufri telah memberikan mandat kepada pelaksana Ketua Utama Alkhairaat Habib Alwi bin Saggaf Aljufri dan Habib Alwi bin Muhammad Aljufri selaku Dewan Ulama Alkhairaat untuk bertemu Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam rangka menindaklanjuti pembicaraan antara Habib Saggaf dengan Kapolri saat Haul ke-50 Guru Tua di Palu, 30 Juni lalu.
Surat tersebut sudah diterima oleh Staf Kapolri dan segera diagendakan untuk bertemu dengan Kapolri di Jakarta. Surat dari Ketua Utama Alkhairaat itu merupakan dukungan agar hak kepemilikan tanah segera dikembalikan kepada ahli waris. Habib Hasan Alhabsy dalam kesempatan tersebut menambahkan, ahli waris merupakan keluarga besar Alkhairaat. Hasan mengatakan pihaknya sejauh ini telah mengikuti prosedur hukum. “Kita akan mempertahakannya,” tegas salah satu petinggi Alkhairaat itu. DAR