Mayoritas Ditopang Donggi Senoro

DONGGI

PALU, MERCUSUAR – Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah (Sulteng) mayoritas ditopang dari industri Minyak dan Gas (Migas) yang ada di Kabupaten Banggai.

“Pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah salah satu penopang yang cukup kuat yakni dari Sulawesi Tengah bagian timur, khusunya perusahaan gas Donggi Senoro di Desa Uso, Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai,” kata Kepala Bak Indonesia (BI) perwakilan Sulteng, Miyono.

Menurutnya, PT. Donggi Senoro LNG (DSLNG) berperan cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Sulteng, apalagi harga gas tidak begitu bergejolak sehingga lebih terukur. Berbeda dengan nikel kata dia, dimana nilainya tergantung pasar internasioinal yang kadang naik dan terkadang bisa turun. “Kontrak perusahaan Migas Donggi Senoro jangka panjang, sehingga perannya terhadap perekonomian relatif terukur,” ujarnya.

Miyono menjelaskan bahwa, tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Sulteng sebesar 7,14 persen dan di tahun 2018, BI memproyeksikan angka pertumbuhan ekonomi akan tumbuh 7,14-7,18 persen.

Peran Donggi Senoro terhadap Sulteng, lanjut Miyono, cukup stategis, apalagi kehadiran pabrik amonia milik PT Panca Amara Utama (PAU) yang salah satu bahan baku utamanya yakni gas bumi diambil dari Donggi Senoro.

Menurutnya, pengelolaan gas bumi akan habis masanya, sehingga Sulteng membutuhkan sumber perekonomian baru, seperti dari sektor pertanian dan perikanan yang merupakan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki daerah ini.

Meskipun potensinya sangat besar kata Miyono, namun belum diolah dengan baik mengingat belum ada industri pengelolaan, sehingga banyak potensi SDA tersebut justru dipasok keluar dan masyarakat lokal tidak menikmati nilai tambah dari hasil yang ada.

Perusahaan DSLNG memiliki tanggungjawab sosial, khususnya dalam pengembangan masyarakat secara berkelanjutan melalui program CSR, mengingat pengelolaan gas bumi tidak berumur panjang dan akan habis masanya. Program CSR kata dia, diharapkan bisa menjadikan masyarakat lebih mandiri.

“Program CSR sangat penting agar tetesan langsung dari industri dirasakan langsung masyarakat, dan hal itu juga yang dapat meredam adanya konflik atau gejolak-gejolak,” ujarnya.

Miyono mengakui bahwa perusahaan seperti Donggi Senoro adalah perusaaan capital intensive bukan perusahaan padat karya, sehingga penyerapan tenaga kerjanya tidak massif . Selain itu, DSLNG merupakan perusahaan gas dengan teknologi tinggi yang membutuhkan tenaga ahli di bidangnya.

“Berbicara penyerapan tenaga kerja, kita harus banyak berfikir untuk mengembangkan industri yang bersifat manufaktur, industri pengolahan yang berbasis agro industri, kemaritiman, dan pertanian yang pasti penyerapan tenaga kerjanya akan banyak,” kata Miyono.

Dia menambahkan bahwa, Sulteng harus bergerak di dua sisi yakni mengembangkan capital intensive dan padat karya, agar penyerapan tenaga kerjanya bisa merata.

“Jika dua sisi ini bisa berjalan baik, pemerataan pendapat bisa berjalan baik dan angka kemiskinan akan turun. Jika hanya mengandalkan industri, akan terjadi kesenjangan ekonomi,” tegas dia.

Lebih lanjut kata Miyono, DSLNG berkewajiban untuk meningkatkan taraf sosial ekonomi masyarakat dalam meraih peluang penghidupan berkelanjutan yang produktif, sehingga masyarakat tidak hanya berharap dari idustri migas, namun dapat mengembangakn usaha dari sektor lain. Sebab dipastikan serapan tenaga kerja di indutri migas tidak akan banyak, sehingga masyarakat wajib membuka peluang di sektor lain.TIN

Pos terkait