PALU, MERCUSUAR – Para siswa SMA sekarang ini mulai berpikiran rasional. Karenanya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun memperkenalkan industri jasa keuangan agar mereka semakin arif untuk mengelola keuangan.
“Pemahaman masyarakat tentang industri jasa keuangan (IJK) masih tergolong rendah. Karenanya OJK terus menggenjot literasi keuangan, termasuk menyasar kalangan siswa,” kata Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Keuangan OJK, Sarjito dalam percakapannya dengan Mercusuar di Hotel Mercure, Rabu (18/4).
Hal itu dikemukakan seusai membuka Training of Trainers (ToT) guru-guru IPS tingkat SMA. Sebanyak 100 guru IPS dari SMA, SMK, dan MA dari dari 64 sekolah di Palu, Parigi Moutong, Sigi, Donggala, dan Poso mengikuti pelatihan selama dua hari itu.
Selama pelatihan, para guru mendapatkan materi tentang pasar modal, mengenal OJK, perbankan, perasuransian, pembiayaan, pegadaian, perbankan syariah, dan dana pensiun.
Menurut Sarjito, melatih para guru sangat efektif. Diharapkan, setelah mengikuti pelatihan, para guru dapat menularkan pemahaman tentang industri jasa keuangan kepada para siswanya.
Dijelaskan, tahun 2019 diharapkan masyarakat Indonesia tidak lagi melek soal keuangan. OJK pun terus menggenjot angka literasi keuangan kepada masyarakat sampai ke pedesaan.
Peningkatan literasi keuangan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode pembinaan dan pengadaan seminar literasi keuangan. Tercatat angka literasi keuangan pada masyarakat pedesaan hanya sebesar 23,9 persen.
“Indeks literasi dan inklusi keuangan untuk masyarakat pedesaan menunjukkan nilai yang masih rendah, yaitu hanya 23,9 persen masyarakat yang well literate dengan tingkat inklusi keuangan sebesar 63,2 persen,” katanya.
Selain itu, Sardjito menilai, tingginya area yang belum tersentuh oleh bank di Indonesia juga menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum terlayani oleh lembaga keuangan formal.
Dia menjelaskan, menurut hasil survei nasional keuangan tahun 2016 menunjukkan bahwa sebesar 67,8 persen masyarakat Indonesia telah menggunakan produk dan layanan keuangan, namun hanya 29,7% masyarakat yang benar benar memahami mengenai produk perbankan.
“Hal ini menunjukkan banyak masyarakat yang telah menggunakan produk keuangan tanpa dibekali pemahaman keuangan yang memadai,” katanya.
Sarjito berharap, target yang dicanangkan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang langsung dipimpin oleh Presiden Jokowi dapat tercapai. Presiden menargetkan 75 persen masyarakat Indonesia diharap telah menggunakan produk dan layanan keuangan di tahun 2019.
Di Bawah Indeks Nasional
Sementara itu Kepala OJK Sulawesi Tengah, Moh. Syukri A. Yunus melaporkan, tingkat literasi keuangan masyarakat Sulteng masih di bawah indeks nasional, yaitu literasi sebesar 22,55 persen dan utilitas sebesar 65,09 persen.
Itu artinya, hanya 22 dari 100 orang yang memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan terhadap produk atau layanan keuangan. Malahan, hanya 65 dari 100 orang yang dapat mengakses produk atau layanan keuangan.
Syukri mengatakan, ToT ini merupakan implementasi dari penguatan infrastrutur literasi keuangan dengan sasaran para guru IPS SLTA di Sulteng. Ke depannya, ia berharap peserta dapat menjadi mitra strategis OJK untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di Sulteng.
Ia juga berharap, ToT ini dapat berkontribusi meningkatkan kompetensi tenaga pengajar di Sulteng sehingga dapat tercipta proses transfer knowledge yang berkelanjutan kepada pelajar dan masyarakat.MAN